IPAK 2023: Mengurai Akar Budaya Korupsi
Ilustrasi korupsi-jawapos-
Sementara itu, Indeks Pengalaman 2023 adalah sebesar 3,96; angka tersebut turun dibandingkan 2022 (3,99), namun dari 2020 trendnya naik hingga ke angka 3,96 di tahun ini.
Untuk diketahui, nilai indeks semakin mendekati 5 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin antikorupsi, sedangkan nilai indeks yang semakin mendekati 0 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi.
Persepsi Terhadap Kebiasaan atau Perilaku Koruptif di Masyarakat
Untuk menekan tingkat korupsi di Indonesia maka kita perlu mempelajari berbagai kegiatan yang mengarah pada akar budaya korupsi. Hal ini perlu dilakukan untuk menekan atau mengurangi perilaku yang mengarah pada budaya korupsi sedini mungkin.
Hal-hal kecil yang menjadi akar budaya korupsi mungkin terjadi di level keluarga / rumah tangga. Harapannya apabila di dalam keluarga akar budaya korupsi sudah hilang dan patty corruption sudah bisa dihindari, maka tidak akan terjadi grand corruption.
BACA JUGA:Hari Terakhir Walikota Eti Ngantor, Rumdin dan Modin Pj Sudah Disiapkan
Akar budaya korupsi dan patty corruption inilah yang coba diukur oleh BPS melalui survei SPAK. Pertanyaan-pertanyaan pada SPAK adalah terkait persepsi dan pengalaman responden dalam kegiatan-kegiatan yang merupakan akar budaya korupsi, yang mungkin dihadapi pada kegiatan sehari-hari.
Beberapa pertanyaan pada SPAK seperti; apakah wajar jika seorang istri menerima uang lebih (diluar gaji/penghasilan suami yang biasa diterima) tanpa menanyakan asal usul darimana uangnya, apakah wajar seorang PNS/ASN menggunakan kendaraan dan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi, apakah wajar seseorang melibatkan anggota keluarga untuk mengikuti kampanye agar mendapat lebih banyak imbalan, apakah wajar jika dalam keluarga ada yang memakai uang/barang tanpa bilang ke pemiliknya, apakah wajar jika masuk sekolah lewat “jalur belakang”.
Atay, apakah wajar seseorang bergaya hidup mewah diluar kemampuannya agar disegani, apakah wajar jika istri mengingatkan suaminya yang melanggar lampu merah, apakah wajar jika kepala desa/kuwu mempunyai hajatan masyarakat berbondong memberi uang/barang kepada kepala desa, apakah wajar menjamin sesorang mengikuti proses rekrutmen PNS/Swasta agar diterima diluar prosedur resmi, dan masih banyak lagi pertanyaan tentang akar budaya korupsi lainnya yang sering terjadi pada kehidupan sehari-hari.
Dari persepsi akan kewajaran atau ketidakwajaran menurut responden dan pengalaman masyarakat akan kegiatan-kegiatan yang menjadi akar budaya korupsi inilah BPS menyusun indeks IPAK.
BACA JUGA:Desa Panambangan Masuk Penilaian Desa Anti Korupsi Tingkat Jabar
Indeks ini akan menunjukkan apakah masyarakat semakin antikorupsi atau semakin permisif dengan kegiatan-kegiatan akar budaya korupsi. Indeks Persepsi dikategorikan ke dalam 3 kategori lingkup, yaitu keluarga, komunitas dan publik, yang semuanya tercermin dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Pada 2023, terjadi pola penurunan pada persepsi masyarakat di lingkup publik. Pada tahun ini terlihat bahwa masyarakat lebih permisif terhadap korupsi. Hal ini ditunjukkan oleh menurunnya persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar beberapa perilaku korupsi kecil (petty corruption).
Dibanding 2022, penurunan terbesar terjadi pada variabel sikap orang tua/wali murid/mahasiswa memberikan uang/barang/fasilitas kepada pihak sekolah/kampus pada saat penerimaan rapor/kenaikan kelas/sidang akhir/kelulusan, dimana persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar menurun dari 60,57 menjadi 49,49. Dengan kata lain, menurut SPAK tahun ini beberapa kegiatan akar budaya korupsi justru dianggap wajar oleh masyarakat.
Pengalaman Masyarakat Terkait Tindakan Koruptif
Dalam survei SPAK, ditanyakan juga pengalaman responden terkait tindakan-tindakan yang mengarah pada korupsi.
BACA JUGA:Rahmat dan Hendra tak Minat, Luthfi Pilih Kasatpol PP Prov Jabar