Perkawinan anak merupakan pelanggaran serius atas hak-hak anak sebagaimana amanah dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang diubah melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Hak anak juga dilindungi dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28.
Usia anak merupakan masa yang penting untuk dapat berkembang secara fisik, emosional dan sosial. Anak akan terdepreviasi atau terampas hak-haknya dengan adanya perkawinan anak.
Anak yang menikah di usia dini cenderung hilang kesempatannya untuk memperoleh pendidikan yang layak, hak perlindungan, kesempatan bermain, dan hak anak lainnya.
Siapa sesunguhnya yang paling berisiko terhadap perkawinan anak? The Child Marriage Data Portal (dilengkapi sumber lain) menyebutkan beberapa kondisi diantaranya;
BACA JUGA:Warga Srengseng Doakan Bupati Nina Kembali Pimpin Indramayu Dua Periode
Pertama, anak yang tinggal di pedesaan lebih terdeprivasi dengan perkawinan anak dibanding yang tinggal di perkotaan. Kedua, perkawinan anak terjadi lebih banyak pada anak perempuan.
Ketiga, anak umur 13-17 tahun lebih banyak mengalami perkawinan anak dibanding usia sebelum 13 tahun. Keempat, anak dari keluarga miskin dan anak putus sekolah lebih rentan untuk mengalami praktik perkawinan anak.
FAKTOR PENYEBAB
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi tingginya perkawinan anak diantaranya masalah kemiskinan, norma budaya, penetrasi internet dan perubahan iklim yang ekstrim.
BACA JUGA:332 Unit Rutilahu Diperbaiki Tahun Ini, Serap Rp4 Miliar APBD
Himpitan masalah ekonomi kerap menjadikan perkawinan anak sebagai alternatif solusi. Dari sisi norma budaya, terdapat stigma bahwa anak perempuan harus segera dinikahkan terutama jika perempuan telah menstruasi, perjodohan serta adanya kehamilan di luar nikah.
Meningkatnya penetrasi internet di masyarakat, menimbulkan dampak negatif masuknya pengaruh pornografi dan kekerasan seksual pada anak. Konten pornografi dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku anak yang mengarah pada perkawinan anak.
Sementara itu faktor cuaca ekstrim memberikan dampak secara tidak langsung. Cuaca ekstrim dan krisis lingkungan berdampak buruk terhadap perekonomian. Buruknya perekonomian meningkatkan kerentanan terhadap praktik perkawinan anak.
DAMPAK NEGATIF
BACA JUGA:Menparekraf Resmikan Desa Wisata Religi Leuwimunding
Perkawinan anak dapat menimbulkan permasalahan yang cukup kompleks, diantaranya; Pertama, hilangnya hak kesehatan reproduksi dan seksual.