Perempuan yang menjalani pernikahan di usia terlalu muda, alat reproduksinya belum sepenuhnya matang. Kondisi ini berpotensi menimbulkan komplikasi dalam persalinan, risiko kematian ibu, hingga ancaman kanker serviks.
Kedua, bayi yang dilahirkan berisiko memiliki berat badan yang rendah, keguguran, bayi prematur, bayi penyandang disabilitas, prevalensi stunting dan risiko kematian bayi.
Faktor ketidaksiapan dari ibu yang mengandung menyebabkan bayi yang dikandungnya tidak dapat tumbuh secara optimal.
BACA JUGA:KI Sidangkan 3 Perkara Sengketa Informasi
Ketiga, perkawinan anak menghilangkan akses anak terhadap pendidikan yang layak. Anak yang sudah menikah terdeprivasi haknya untuk mengakses pendidikan yang lebih tinggi.
Keempat, anak secara mental dan psikologis belum siap untuk menjalani kehidupan berumahtangga. Perkawinan anak sangat rentan dengan pertengkaran, kekerasan dalam rumahtangga (KDRT) bahkan perceraian.
Data SUSENAS mencatat 3,70 persen perempuan usia 15-19 tahun yang sudah berstatus kawin, cerai hidup dan cerai mati.
Kasus perkawinan anak dan KDRT juga menjadi pemicu banyaknya perempuan bekerja ke luar negeri. Kelima, perkawinan anak dapat memperparah angka kemiskinan.
BACA JUGA:Ketua Umum Relawan Beta Gibran Dukung Aceng Sunanto
Anak yang mengalami perkawinan dini seringkali tidak bisa berkembang secara ekonomi. Kondisi ini sangat rentan terjebak ke dalam rantai kemiskinan dan ketimpangan gender.
REKOMENDASI
Mengingat begitu kompleksnya dampak negatif perkawinan anak, maka upaya pencegahan perkawinan anak perlu terus ditingkatkan.
Dibutuhkan kolaborasi antar stakeholder pemerintah dengan melibatkan pihak swasta, akademisi, tokoh agama, tokoh maysarakat, media masa dan komunitas terkait.
BACA JUGA:LCI Siap Bantu Legalitas Usaha UMKM di Majalengka
Upaya menekan angka kemiskinan tentu juga menjadi prioritas dalam kaitannya dengan pencegahan perkawinan anak. Kesadaran masyarakat tentang dampak negatif perkawinan anak perlu terus dibangun baik terhadap orang tua maupun anak.
Membangun pemahaman anak terhadap kesehatan reproduksi bisa dilakukan melalui integrasi pelajaran di sekolah pada jenjang yang sesuai.