Gelar Syukuran, Tajug Agung Pangeran Kejaksan Jadi Bangunan Cagar Budaya

Ketua Takmir Tajug Agung Pangeran Kejaksan, Rochmat, menunjukkan bukti penetapan Tajug Agung Pangeran Kejaksan sebagai bangunan cagar budaya.-dokumen -tangkapan layar

Sementara itu, adiknya, Syarif Abdurrahim, diangkat menjadi Jaksa pada masa Sunan Gunung Jati dan menetap di kawasan yang disebut Kejaksaan. 

Di wilayah ini, Syarif Abdurrahim membangun Tajug Kejaksaan sebagai tempat ibadah dan pusat penyebaran agama Islam. 

BACA JUGA:Petani Panik, Sawah Kekeringan, Ancaman Gagal Panen di Depan Mata

Tajug ini kemungkinan dibangun pada tahun yang tidak jauh dari Masjid Panjunan dan Masjid Sang Cipta Rasa. 

Tajug yang dibangun Syarif Abdurrahim hanya digunakan untuk salat lima waktu, sementara Salat Jumat dilaksanakan di Masjid Panjunan, sesuai dengan fiqih Mazhab Syafi’i yang melarang adanya dua masjid dalam satu desa.

Karena Syarif Abdurrahman menjabat sebagai jaksa, dikenal dengan nama Pangeran Kejaksan, dan Tajug yang dibangun dikenal sebagai Tajug Kejaksan.

BACA JUGA:Musim Kemarau, Lahan Sawah Dibiarkan Nganggur

Tajug ini dibangun dengan pondasi saka tatal (empat tiang penyangga), ciri khas masjid-masjid kuno di Cirebon, dengan cangkul berbentuk teratai sebagai simbol tingkatan spiritual tertinggi.

Temboknya dihiasi dengan porselin sebagai ciri arsitektur abad ke-15. 

Adanya hiasan porselin pada Tajug Agung Kejaksan menunjukkan bahwa jenis porselin atau piring-piring untuk hiasan dinding khas Cirebon merupakan produk lokal, bukan hanya barang dari China atau bawaan dari Putri Ong Tien. 

Hal ini membuktikan bahwa Cirebon memiliki tradisi pembuatan porselin yang kaya.

Tag
Share