Gelar Syukuran, Tajug Agung Pangeran Kejaksan Jadi Bangunan Cagar Budaya

Ketua Takmir Tajug Agung Pangeran Kejaksan, Rochmat, menunjukkan bukti penetapan Tajug Agung Pangeran Kejaksan sebagai bangunan cagar budaya.-dokumen -tangkapan layar

Keduanya adalah anak dari Syarif Sultan Sulaiman Al Baghdadi dari Baghdad, atau menurut versi lain, anak dari Datuk Kahfi atau Syekh Nurjati. 

BACA JUGA:Partner Koalisi di Pilbup Cirebon, Imron Mengaku Kecenderungan Lebih ke Nasdem

Pada suatu kesempatan, Syarif Sulaiman merasa gelisah dengan tingkah laku kedua putranya yang dianggap tidak biasa.

Syarif Abdurrahman dan Syarif Abdurrahim sering kali menari di jalan dan berperilaku seperti orang yang tidak normal.

Mereka mungkin mengamalkan tarekat Malamatiyah, tarekat yang menekankan pengamalnya untuk berperilaku seperti orang yang tidak normal atau pengemis guna menghilangkan rasa keakuan dan eksistensi diri yang semu. 

BACA JUGA:Ruang Tidur Santriwati Ponpes Bina Insani Mulia 1 Terbakar

Melihat tingkah laku putranya, Syarif Sulaiman mengusir mereka dari Baghdad. 

Sang guru mereka kemudian menyarankan agar mereka pergi ke Cirebon, karena Cirebon dianggap sebagai tanah yang diberkahi para wali.

Setibanya di Cirebon sekitar tahun 1464, Syarif Abdurrahman dan Syarif Abdurrahim berguru kepada Syekh Nurjati Cirebon. 

BACA JUGA:Lanjut Lagi Sidang PK Saka Tatal, Hadirkan Saksi-saksi Fakta

Keduanya kadang diidentikkan sebagai anak Syekh Nurjati.

Pada era pemerintahan Sunan Gunung Jati, Syarif Abdurrahman ditempatkan di kawasan subur yang kemudian dikenal sebagai Panjunan. 

Nama ”Anjun” berasal dari kata dasar yang berarti wilayah subur yang cocok untuk pembuatan porselin atau gerabah.

BACA JUGA:Menhub Ajak Pelaku Usaha Berbisnis di Pelabuhan Patimban

Syarif Abdurrahman membangun Masjid Panjunan sekitar tahun 1480-an dan dikenal dengan nama Pangeran Panjunan.

Tag
Share