Bahkan, ada keyakinan bahwa kesuksesan yang dibangun di atas kebohongan sangatlah rapuh dan sering kali hancur ketika kebenaran muncul ke permukaan.
Sebagian besar dari kita mungkin begitu sering nyaman mengucapkan hal-hal yang berselimut ‘berbohong untuk kebaikan’.
BACA JUGA:Pilkada Indramayu, PKS Usung Rizqi Amali
Meskipun mungkin sulit pada awalnya, otak kita seolah memaksimalkan potensinya untuk menyiapkan berbagai langkah berikutnya dalam rangka menjaga keberlanjutan kebohongan tersebut.
Tampaknya, hal tersebut yang menyebabkan adanya perubahan aliran darah ke area tertentu di otak yang memudahkan terciptanya kebohongan.
Secara lebih sederhana, kebohongan sekecil apapun memiliki kemungkinan untuk membuat otak tidak peka terhadap ragam emosi yang menyertainya dan justru menstimulasi kebohongan-kebohongan yang lebih besar di masa mendatang.
Respons otak terhadap produksi kebohongan akhir-akhir ini telah menjadi subjek studi yang ramai dibicarakan pada berbagai jurnal bidang sistem saraf dan sistem neuron.
BACA JUGA:Tiga Parpol Resmi Bangun Koalisi untuk Pilbup Cirebon
Fakta ilmiah menunjukkan bahwa kebohongan memiliki efek bola salju dan memiliki potensi untuk menciptakan adaptasi pada fungsi serta reaksi kimia pada otak ketika kebohongan diproduksi.
Hasil pemindaian MRI pada otak dari orang-orang yang diminta melakukan kebohongan demi keuntungan pribadi menunjukkan bahwa amigdala (wilayah otak yang berhubungan dengan emosi) menerima aliran darah lebih besar ketika kebohongan pertama diproduksi.
Menarikanya, respons amigdala terhadap kebohongan menurun seiring dengan setiap kebohongan, meskipun besarnya kebohongan meningkat.
Dan yang paling penting, para peneliti mencatat bahwa penurunan aktivitas sinaptik yang lebih signifikan di amigdala adalah dasar untuk memprediksi kebohongan yang lebih besar di masa depan.
BACA JUGA:Maju Jalur Independen, Suryana Serahkan Dukungan ke KPU Kota Cirebon
Ketika kita berbohong demi keuntungan pribadi, amigdala kita menghasilkan perasaan negatif yang membatasi sejauh mana kita siap berbohong.
Namun, respons ini memudar ketika kita terus berbohong, dan menjadikan kebohongan semakin besar. Hal ini dapat mengarah pada praktik berupa tindakan ketidakjujuran kecil yang meningkat menjadi kebohongan yang lebih besar.
Media Sosial dan Amplifikasi Kebohongan