Merdeka dari Kekerasan

Minggu 28 Jan 2024 - 17:30 WIB
Reporter : Bambang
Editor : Bambang

Oleh: Fitri Ainurizki SKep

KASUS kekerasan hingga pelecehan seksual yang terjadi akhir-akhir ini telah mencoreng reputasi dunia pendidikan tanah air.

Ruang sekolah, kampus, bahkan pesantren yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi siswa untuk menimba ilmu pengetahuan kini tidak lagi menjadi tempat aman dan ‘steril’ dari predator seksual.

Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA) tercatat sebanyak 4.630 kasus kekerasan dan pelecehan seksual dialami oleh perempuan di tahun 2023. Berdasar usia tercatat sebanyak 30% di antaranya berusia 13-17 tahun.

Dan menurut tingkat pendidikannya pada tingkat SMP dan SMA sangat rentan terjadi kekerasan dan pelecehan seksual sebanyak 53.4%.

BACA JUGA:Menakar Karakter Pendidikan

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, menyebutkan setidaknya sepanjang Januari-Juli 2022, terdapat 12 kasus kekerasan dan pelecehan seksual di sekolah.

Sebanyak 25% di antaranya terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kemendikbudristek dan 75% di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama.

Mengapa kekerasan seksual bisa terjadi? Kekerasan seksual, dalam pandangan Foucault (dalam Gordon, 2018), bisa terjadi karena tiga hal penting, yakni kekuasaan, konstruksi sosial dan target kekuasaan.

Terkait dengan kekuasaan, ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban adalah salah satu alasan kuat terjadinya pelecehan seksual. 

BACA JUGA:Manchester City Resmi Mendatangkan Claudio Echeverri dari River Plate

Tidak hanya itu, budaya victim-blaming (menyalahkan korban) juga menjadi pemicu terjadinya pelecehan seksual. Banyak korban pelecehan seksual yang enggan melaporkan kasusnya dengan alasan takut disalahkan karena dianggap tidak mampu menjaga sikap sehingga berpotensi menimbulkan terjadinya pelecehan seksual. 

Dengan alasan ini tentunya pelaku merasa diuntungkan karena korban akan menjadi target ideal sebagai pihak yang disalahkan. Lalu, apa yang harus dilakukan untuk memerangi kejahatan seksual? 

Kejahatan seksual, khususnya di lingkungan pendidikan adalah hal wajib dan menjadi tanggung jawab bersama. Namun mencegah dan menangani kasus kejahatan seksual bukanlah hal mudah dan perlu melibatkan banyak pihak.

Beberapa upaya dan strategi bisa dilakukan untuk memerangi kejahatan di lingkungan pendidikan, antara lain: Peraturan nomor 2 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan harus terus disosialisasikan kepada Dinas-Dinas Pendidikan di seluruh Indonesia. 

Kategori :

Terkait

Sabtu 10 Aug 2024 - 20:01 WIB

Waktu Guru dan Professional Burnout

Minggu 28 Jul 2024 - 10:56 WIB

Jawaban Atas Pertanyaan

Jumat 01 Mar 2024 - 16:42 WIB

Korelasi Ilmu dengan Problematika Hidup