Tradisi Hajat Bumi, Warga Desa Cikeleng Potong Kerbau di Pemakaman
Masyarakat Desa Cikeleng, Kecamatan Japara, menggelar tradisi Hajat Bumi di kompleks pemakaman umum Rama Buyut Cikeleng sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah, Kamis 30 Mei 2024.-dokumen-istimewa
Sekitar pukul 09.00 WIB, acara inti dimulai. Diawali dengan berdoa bersama yang dipimpin oleh seorang tokoh agama setempat di sebuah areal pemakaman tertutup yang di dalamnya terdapat sejumlah makam keramat. Hanya sebagian warga saja yang boleh turut serta berdoa di hadapan sebuah makam terbesar.
BACA JUGA:Maju Pilbup, Abraham Pasang Baliho di 12 Titik Strategis Biar Masyarakat Lebih Mengenal
Menurut Uki, konon makam yang paling besar tersebut adalah makam karuhun yang pertama membuka wilayah Cikeleng dan masih ada keturunan dengan keraton Cirebon namun tak seorang pun tahu nama aslinya sehingga warga lebih mengenalnya dengan nama Rama Buyut Cikeleng.
Setelah memanjatkan doa syukur atas nikmat panen hasil bumi yang melimpah, acara dilanjutkan dengan membagikan tetenong yang berisi nasi dan lauk pauk tadi kepada seluruh warga yang hadir. Sebuah tetenong dibagikan untuk empat hingga lima orang saja untuk dibawa pulang dan dinikmati bersama keluarganya.
BACA JUGA:Keluarga Pegi Setiawan Apresiasi Sikap Presiden Jokowi
Diungkapkan Uki, kegiatan tradisi Hajat Bumi ini merupakan agenda rutin tahunan warga Cikeleng sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan atas hasil panen di tahun ini yang melimpah. Selain itu, sekaligus wujud mengenang jasa para leluhur yang telah mewariskan tradisi dan kebudayaan yang kini masih dipegang teguh oleh warga Cikeleng hingga sekarang.
"Acara Hajat Bumi ini digelar setiap tahun setelah musim panen tiba. Tidak ada tanggal atau bulan khusus, namun yang pasti harus dilaksanakan pada hari Kamis Pahing," ujarnya.
BACA JUGA:Final Liga 1 Madura United vs Persib Bandung: Menuju Bintang Tiga
Dengan digelarnya tradisi Hajat Bumi ini, sekaligus sebagai tanda permulaan bagi warga Desa Cikeleng untuk boleh menyelenggarakan pesta atau hajat secara besar-besaran hingga batas waktunya nanti.
"Di desa kami sangat tabu menyelenggarakan pesta atau hajatan sebelum diselenggarakan Hajat Bumi. Dengan telah digelarnya tradisi ini maka warga boleh mengadakan hajatan semeriah apa pun," sebut Uki.
Hal ini, hanya berlangsung hingga batas waktu tertentu biasanya menjelang masa tanam yang diperkirakan akan berlangsung pada bulan September mendatang.
BACA JUGA:Pilbup Cirebon, Ayu dan Luthfi Bareng-bareng Loncat ke Gerindra
Sebagai tanda penutupannya, lanjutnya, akan digelar tradisi Ngarajah Pantun yaitu gelaran pesta rakyat untuk yang terakhir kalinya dengan menghadirkan kesenian tradisional seperti wayang golek, gamelan Goong Renteng dan kecapi.
Sementara Sekda Kabupaten Kuningan, Dr H Dian Rachmat Yanuar MSi menyampaikan, bahwa dalam menjalankan pemerintahan desa, perlu ditunjang lima pilar, meliputi keanekaragaman, partisipasi, pemberdayaan, otonomi, dan demokratisasi.
BACA JUGA:BMKG Ingatkan Potensi Kekeringan Meteorologis Selama Musim Kemarau