Seberapa Sering Kebohongan Terucap?

Ilustrasi--

BACA JUGA:Pemilu Awal Radar Cirebon: Eti Masih Teratas, tapi yang Abstain Juga Banyak

Kerangka berpikir semacam ini menyisakan pertanyaan yang lebih luas, yaitu apakah berbohong merupakan solusi yang berkelanjutan dan etis terhadap dilema moral yang kompleks? 

Konsensus yang ada saat ini menunjukkan bahwa hal tersebut tidak terjadi. Bahaya yang melekat pada kebohongan, konsekuensi yang rumit, dan terkikisnya kepercayaan yang diakibatkannya menjadikan praktik ini tidak berkelanjutan dan patut dipertanyakan secara moral. 

Bahkan, ada keyakinan bahwa kesuksesan yang dibangun di atas kebohongan sangatlah rapuh dan sering kali hancur ketika kebenaran muncul ke permukaan.

Sebagian besar dari kita mungkin begitu sering nyaman mengucapkan hal-hal yang berselimut ‘berbohong untuk kebaikan’. 

BACA JUGA:Pilkada Indramayu, PKS Usung Rizqi Amali

Meskipun mungkin sulit pada awalnya, otak kita seolah memaksimalkan potensinya untuk menyiapkan berbagai langkah berikutnya dalam rangka menjaga keberlanjutan kebohongan tersebut.

Tampaknya, hal tersebut yang menyebabkan adanya perubahan aliran darah ke area tertentu di otak yang memudahkan terciptanya kebohongan. 

Secara lebih sederhana, kebohongan sekecil apapun memiliki kemungkinan untuk membuat otak tidak peka terhadap ragam emosi yang menyertainya dan justru menstimulasi kebohongan-kebohongan yang lebih besar di masa mendatang.

Respons otak terhadap produksi kebohongan akhir-akhir ini telah menjadi subjek studi yang ramai dibicarakan pada berbagai jurnal bidang sistem saraf dan sistem neuron.

BACA JUGA:Tiga Parpol Resmi Bangun Koalisi untuk Pilbup Cirebon

Fakta ilmiah menunjukkan bahwa kebohongan memiliki efek bola salju dan memiliki potensi untuk menciptakan adaptasi pada fungsi serta reaksi kimia pada otak ketika kebohongan diproduksi. 

Hasil pemindaian MRI pada otak dari orang-orang yang diminta melakukan kebohongan demi keuntungan pribadi menunjukkan bahwa amigdala (wilayah otak yang berhubungan dengan emosi) menerima aliran darah lebih besar ketika kebohongan pertama diproduksi.

Menarikanya, respons amigdala terhadap kebohongan menurun seiring dengan setiap kebohongan, meskipun besarnya kebohongan meningkat.

Dan yang paling penting, para peneliti mencatat bahwa penurunan aktivitas sinaptik yang lebih signifikan di amigdala adalah dasar untuk memprediksi kebohongan yang lebih besar di masa depan.

Tag
Share