Sebuah Catatan di Penghujung Pemilu 2024

Ilustrasi-Edward Ricardo-CNBC Indonesia

Namun, bagi yang dikecewakan dan dirugikan perlu berjuang lebih jauh serta berpikir ulang, strategi jitu untuk pemilu yang akan datang. Begitulah seterusnya.

Itu sebabnya mengapa sulit mengharapkan pemilu berdampak besar bagi Indonesia dalam waktu dekat. Tentu banyak faktornya, misalnya hasil pemilu Presiden tidak ada yang mewakili suatu kekuatan besar dan mandiri sehingga tidak mampu membuat gebrakan besar merombak Indonesia. 

Siapa pun yang terpilih akan lebih bergantung pada dukungan berbagai pihak di dalam dan luar negara ketimbang sebaliknya.

BACA JUGA:Edi Suripno Beri Pemkot Catatan

Indonesia tegak berkat kerja sama berbagai pihak yang tidak saling suka dan setia. Mereka terpaksa bekerja sama seperlunya karena masing-masing terlalu kecil untuk bergerak mandiri. Kerja sama semacam ini sangat cair dan rapuh. 

Contoh paling gamblang adalah Presiden Jokowi dan PDI-P. Dengan mandat sebagai RI-1 dua periode, Jokowi tidak mampu menguasai partai yang mengusungnya.

Jangankan merombak negeri sebesar dan sekompleks Indonesia sesuai janji kampanye dulu. Sebaliknya, PDI-P tidak berdaya mengendalikan sepak terjang Jokowi sebagai petugas partai. Tetapi, tanpa Jokowi, ruang gerak PDI-P amat terbatas meski menjadi parpol terbesar.

Di negara lain, pemilu berpeluang memberikan dampak besar karena beberapa faktor. Misalnya negara berada di titik persimpangan kritis karena perpecahan elite, ancaman dari luar atau dalam negeri.

BACA JUGA:Jalan Pekalipan telanjur dibranding sebagai pusat kuliner. Tapi, kian tak mencerminkan. Pedagang semakin jaran

Masyarakatnya terbelah. Kubu yang bersaing dalam pemilu lumayan kuat, mewakili dua atau lebih kiblat politik yang ekstrem bertolak belakang. Kondisi semacam ini hanya terlihat sebagian kecil hadir di Pemilu 1955 di Indonesia.

Dalam politik Indonesia mutakhir, makna kalah/menang/lawan/sekutu tidak pernah stabil. Elite politik sering bertukar kubu dan sikap.

Sebagian pendukung bisa ekstrem fanatik dalam satu pemilu, lalu mendadak berubah sikap di pemilu berikutnya. Tidak ada perbedaan besar di kalangan elite politik. Semua cari aman dan bersikap oportunis sama halnya di era orde baru. 

Angan-angan berharap ada kejutan baru, meskipun dianggap buruk namun bisa belajar dari masa Orba tentang komitmen mengatasi narasi Orde Baru tentang PKI dan tuntutan kemerdekaan Papua.

BACA JUGA:Memasuki Masa Tenang, Bawaslu Beri Peringatan

Tetapi di masa ini, struggle dan masalah ke-Indonesiaan, nampaknya diabaikan oleh penguasa bahkan laten oligarki.

Tag
Share