Sebuah Catatan di Penghujung Pemilu 2024

Ilustrasi-Edward Ricardo-CNBC Indonesia

SEBUAH CATATAN PEMILU

Perlu ditegaskan sebagaimana disinggung di atas, jika pemilu dianggap sebagai alat penguasa; kecurangan, pelanggaran kode etik malah akan memberi pengantar bagi kemunculan berbagai bentuk mala-praktik dalam kekuasaan dan distorsi dalam kebijakan negara.

Oleh karena itu, siapa pun pemenang Pemilu 2024, Indonesia tidak akan banyak berubah. Jangan berharap muluk dari kemenangan seorang capres atau wakil rakyat.

BACA JUGA:Curah Hujan Tinggi, Cari Lokasi TPS yang Nyaman dan Aman

Tidak usah panik jika pemenangnya kubu sebelah. Tidak perlu menguras emosi membela satu kubu atau mengobral caci-maki pada pendukung kubu lain.

Dalam catatan sejarah pemilu Indonesia, faktanya tidak pernah ada pemilu dalam setengah abad terakhir yang membawa perubahan besar di negeri ini.

Namun, jika ditelusuri, ada tiga perubahan besar pernah terjadi akibat gejolak sosial-polik dari dalam dan luar negeri.

Pertama, revolusi kemerdekaan sebagai buntut The World War II dan gelombang dekolonisasi di berbagai kawasan dunia termasuk Indonesia higga akhirnya mengharuskan Indonesia membuat aturan pembentukan partai politik melalui Maklumat Moh. Hatta 3 November 1945 sebagai bagian demokrasi sebuah sistem pemerintahan agar diakui secara luas.

BACA JUGA:Masa Tenang, Satpol PP Keliling Tertibkan APK, Jangan Sampai Ada yang Lolos

Kedua, bergulirnya pemilu 1955 yang dianggap sebagai pemilu paling demokratis. Ketiga, loreng hijau di bawah diktator Orde Baru sebagai bagian dari Perang Dingin di tingkat global-lokal. Maka tidak heran jika pepatah mengatakan "sejarah resmi ditulis oleh pemenang pertarungan politik". 

Perlu diingat, penulisan sejarah nasional Indonesia yang resmi di negeri ini sudah dirombak dua kali, yakni pasca revolusi kemerdekaan dan sesudah bangkitnya Orde Baru. Kedua peristiwa itu menghadirkan pemenang baru.

Sejarah tidak dirombak besar-besaran sesudah Reformasi 1998 karena tidak ada perubahan besar atau pemenang baru yang signifikan. 

Artinya, sejak reformasi 1998, negeri ini masih di tingkat pengembangan bukan kemajuan di berbagai bidang dibandingkan negara asia lain yang berkembang-maju. Oleh karena itu, sudah hal umum janji manis sesaat begitu marak setiap pemilu dan sudah berkali-kali terbukti keliru; yang katanya perubahan, melanjutkan, perbaikan, tetapi diulang lagi dalam pemilu berikutnya.

BACA JUGA:Polres Ciko dan Kodim Amankan TPS

Terlebih dalam waktu dekat, Indonesia tidak akan jauh lebih baik atau jauh lebih buruk karena hasil sebuah pemilu. Ini kabar baik bagi orang yang dianggap sejahtera karena diuntungkan status quo.

Tag
Share