Keenam, mampu mengendalikan nafsu. Seorang pemimpin harus mampu mengendalikan emosi (hawa nafsu) bukan memperturutinya dalam upaya penyelesaian berbagai permasalahan dalam kepemimpinan dan menyikapi berbagai kritik yang ditujukan kepadanya. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya tunduk pada ajaran Islam yang aku bawa.” (H.R. Hakim).
Ketujuh, disiplin waktu. Seorang pemimpin harus mampu memanfaatkan (memenej) waktunya untuk hal yang bermanfaat dan produktif demi kemajuan orang yang dipimpinnya. Nabi SAW bersabda, “Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara: mudamu sebelum tua, sehatmu sebelum sakit, kayamu sebelum miskin, lowongmu sebelum sibuk, dan hidupmu sebelum mati.” (H.R. Hakim).
Kedelapan, rapi dalam semua urusan. Seorang pemimpin harus mampu mengurus segala urusannya, termasuk dalam kepemimpinan, dengan teratur, karena kesemperawutan adalah kunci kegagalan (dalam memimpin). Sahabat Ali bin Thalib mengingatkan, “Kebatilan yang teratur dapat mengalahkan kebenaran yang tidak teratur.”
Kesembilan, mandiri. Seorang pemimpin harus bisa hidup mandiri dan membawa orang yang dipimpinnya menjadi mandiri, bukan menjadi beban hidup orang lain. Nabi SAW bersabda, “Tidak ada penghasilan yang lebih baik bagi seorang laki-laki daripada bekerja sendiri dengan kedua tangannya.” (H.R. Ibnu Majah).
BACA JUGA: PT KAI Daerah Operasi 3 Cirebon Siapkan 17.660 Tempat Duduk
Kesepuluh, bermanfaat bagi orang lain. Seorang pemimpin harus memberikan manfaat yang lebih luas bagi orang yang dipimpinnya. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama manusia.” (H.R. Ahmad, Thabrani, dan Daruqutni).
Nasihat Pemimpin
Seorang pemimpin adalah manusia biasa yang tidak lepas dari salah dan dosa. Karenanya pemimpin membutuhkan nasihat dari orang-orang yang jujur dan dipercaya agar sukses dalam memimpin. Jauh-jauh hari Islam mengajarkan budaya saling menasihati (QS al-Ashr [103]: 1-3).
Dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Agama adalah nasihat.” Para sahabat bertanya, “Untuk siapa?” Nabi menjawab, “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslimin, dan untuk seluruh umat Islam.” (HR Muslim dan Nasai).
BACA JUGA:Produksi Garam di Kabupaten Cirebon Terus Menyusut, Sekarang Tersisa 37 Kelompok.
Salah satu peruntukkan nasihat dalam hadis di atas adalah nasihat untuk pemimpin. Wa li-aimmatil muslimin. Hal ini menunjukkan, bahwa memberi nasihat kepada pemimpin termasuk amalan mulia, bahkan termasuk kategori jihad fi sabilillah (HR Ahmad).
Imam Nawawi menjelaskan bahwa memberi nasihat kepada pemimpin, berarti menolong pemimpin dalam menjalankan kebenaran, mentaati dalam kebaikan, mengingatkan dengan lemah lembut atas kesalahan yang diperbuat, mengingatkan kelalaiannya atas hak kaum Muslimin, tidak memberontaknya, dan membantunya dalam menciptakan stabilitas negara.
Para ulama dan pemimpin Islam memberikan keteladanan dalam memberi nasihat kepada pemimpin. Seperti nasihat yang pernah dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib kepada Gubernur Mesir, Malik bin Harits al-Asytar.
“Ketahuilah wahai Malik, aku telah mengangkatmu menjadi seorang Gubernur dari sebuah negeri yang dalam sejarahnya berpengalaman dengan pemerintahan yang baik dan buruk. Sesungguhnya orang-orang akan melihat segala urusanmu, sebagaimana engkau dahulu melihat urusan para pemimpin sebelummu. Rakyat akan mengawasimu sebagaimana engkau mengawasi pemerintahan sebelumnya.”
“Mereka akan berbicara tentangmu sebagaimana engkau berbicara tentang mereka. Sesungguhnya rakyat akan berkata yang baik-baik tentang urusan mereka yang berbuat baik kepadanya. Mereka akan ‘menyembunyikan’ semua bukti dari tindakanmu.