Menguji Kesaktian BPJS

Senin 15 Apr 2024 - 17:20 WIB
Reporter : Bambang
Editor : Bambang

Oleh: Fitri Ainurizki Skep*

MULAI 1 Maret 2024 terdapat peraturan, masyarakat wajib terdaftar sebagai peserta BPJS, bila ingin membuat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

Secara eksplisit, peraturan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan atau jaminan kesehatan bagi pembuat SKCK. Sebelumnya wacana pemohon SIM wajib memiliki BPJS sudah terlaksana, maka kali ini merambah kepada pembuatan SKCK.

Peraturan ini sebenarnya sebagai wujud pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 untuk memastikan status aktif bagi seluruh masyarakat yang membutuhkan pelayanan publik.

Sebenarnya tidak hanya SKCK yang disyaratkan untuk menjadi peserta BPJS. Untuk mengurus STNK, Kredit Usaha Rakyat (KUR), jual beli tanah, bahkan sampai dengan permohonan izin usah, semua wajib terdaftar BPJS.

BACA JUGA:DKUKMPP Kota Cirebon Punya 5 Pendamping UMKM

Bila melihat manfaat yang diperoleh, pasti sangat bermanfaat. Karena secara langsung masyarakat didorong untuk memiliki jaminan kesehatan. Sehingga ketika sakit, tidak lagi memikirkan biaya karena sudah dicover jaminan kesehatan.

Harapan lain yang diinginkan adalah, tidak terjadi lagi masyarakat sulit mendapat akses kesehatan, terlebih keluarga kurang mampu. Peraturan mewajibkan masyarakat terdaftar sebagai peserta BPJS, demi mendapat layanan publik tetap menimbulkan penilaian pro dan kontra.

Alasan yang muncul adalah bertambahnya biaya hanya karena ingin memperoleh fasilitas publik. Persepsi-persepsi tersebut pada akhirnya cenderung memberikan penilaian negatif kepada pemerintah, karena dinilai semakin menyusahkan masyarakat.

Tidak dapat dipungkiri, karena segala yang menambah biaya, memunculkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.

BACA JUGA:STMIK IKMI Cirebon Boyong 3 Medali

Terlebih jika menyangkut administrasi publik. Kemiskinan menjadi faktor utama masyarakat enggan mengeluarkan biaya tambahan, karena harga kebutuhan pokok selalu naik.

Sedangkan pendapatan cenderung tidak bisa mengimbangi. Sebagai contoh merujuk pada data statistik persentase penduduk miskin Jawa Timur Maret 2023 menjelaskan, angka kemiskinan turun di angka 10,35 persen atau menurun 0,03 persen dibanding Maret 2022.

Jika mengamati angka tersebut, dapat dinilai kecenderungan masyarakat Jatim berada dalam kategori baik kesejahteraannya. Sehingga tidak masalah jika menambah pengeluaran untuk memperoleh jaminan kesehatan.

Namun tetap saja, asumsi tersebut tidak bisa digeneralisasi. Artinya, tidak bisa kita nilai sama antar individu dan banyaknya pengeluaran yang dibelanjakan.

Tags :
Kategori :

Terkait