Sungai Sukalila Cirebon dan Eksistensi Masyarakat Keturunan Tionghoa: Ramai sejak Dulu hingga Jadi Pusat Perda

Pedagang pigura dan kaca di bantaran Sungai Sukalila, Kota Cirebon. Kawasan itu ternyata sejak zaman Belanda sudah menjadi pusat perdagangan.-khoirul anwarudin-radar cirebon

CIREBON- Sejak zaman penjajahan Belanda, Sungai Sukalila, Kota Cirebon, mempunyai peranan penting dalam perdagangan dan bisnis.

Banyak toko yang berada di sepanjang Jalan Kalibaru dan Sukalila. Hal ini tak lepas dari keberadaan makam Tumenggung Arya Wiracula atau Tan Sam Tjay, tokoh terkemuka masyarakat Tionghoa di Cirebon.

Hal tersebut membuat usaha-usaha yang digeluti oleh masyarakat Tionghoa di Cirebon berkembang cukup pesat. Banyak pengusaha yang mendulang sukses dengan usahanya masing-masing.

Pemerhati Budaya Tionghoa, Jeremy Huang mengatakan di masa penjajahan Belanda dan Jepang, warga Tionghoa di Cirebon umumnya menggeluti bisnis seperti berjualan gula merah, gula pasir, palawija, hasil bumi, tembakau, hotel, emas, dan meubel.

BACA JUGA:DKM Puser Bumi Gelar Peringatan Isra Mikraj

“Di Kalibaru juga ada Toko Waring yang jual bahan pakaian. Sementara di Sukalila ada Oey Liang Kie membuka usaha bengkel croom perbengkelan. Ada juga agen minyak di Kalibaru Selatan, yaitu Lie In Gwan yang merupakan ayah dari Brigjen Daniel Sofjan,” ucapnya saat berbincang dengan Radar Cirebon, Minggu 11 Februari 2024.

Jeremy melanjutkan, pada tahun 1920 sampai 1970-an, di kawasan Kalibaru dan Sukalila banyak toko yang berjejer di sepanjang jalan. Keberadaan makam Tan Sam Tjay membuat kawasan tersebut cukup ramai. Di mana banyak warga keturunan Tionghoa yang berziarah ke makam Tan Sam Tjay, tidak saja saat perayaan Ceng Beng.

Menurut Jeremy, sekitar tahun 1950 sampai 1970-an juga terdapat seorang ahli ramal yang berada di depan makam Tan Sam Tjay. Banyak warga yang mendatangi peramal tersebut untuk menerawang nasibnya. Hal itu menjadikan kawasan Kalibaru dan Sukalila ramai dikunjungi para pendatang.

“Prinsip pengusaha Tionghoa itu jangan sampai kulit terkena sinar matahari. Artinya, pergi ke toko sebelum matahari terbit dan pulang setelah matahari terbenam. Itulah yang membuat mereka dikenal ulet,” ungkap Jeremy.

BACA JUGA:Sambut Tahun 2024, Hyundai Akan Hadirkan 5 Mobil Baru untuk Pasar Indonesia

Masih menurut Jeremy, ada satu hal yang perlu dicontoh dari para pengusaha tersebut. Di mana meskipun kondisi saat itu tengah dilanda banyak cobaan, mulai dari adanya wabah flu spanyol pada masa perang dunia 1, wabah malaria pada tahun 1927-1933, hingga perang dunia kedua, namun para pebisnis itu tetap bertahan cukup lama.

“Juga pajak yang terlalu tinggi dari pemerintah kolonial Belanda juga membuat mereka terpuruk. Tapi mereka tidak mudah menyerah dalam kondisi apapun. Mereka tetap dapat menciptakan peluang di saat situasi sulit dan terhimpit,” ungkapnya.

Sungai Sukalila atau Kali Sukalila sendiri mengalir dari Jembatan Jalan KS Tubun di Pamitran menuju sepanjang Jalan Sukalila Selatan melintasi Jembatan Pasar Pagi hingga sepajang Jalan Kalibaru Utara-Kalibaru Selatan dan bermuara ke laut.

Sementara itu, kali dari jembatan Pasar Pagi sampai ke laut disebut Kali Baru atau Kali Anyar karena sengaja dibuat belakangan untuk mengantisipasi banjir di Cirebon.

Tag
Share