Tradisi Sepak Bola Api di Pesantren Babakan

Santri Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, melakukan tradisi permainan berbagai atraksi dengan api dan petasan, Selasa malam (11/2/2025).-DEDI HARYADI/RADARCIREBON.COM-radar cirebon
Ratusan santri Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, menyambut Ramadan 1446 H dengan melestarikan tradisi, mulai dari atraksi sepak bola api hingga mandi petasan, Selasa malam (11/2/2025).
Dalam pertunjukan ini, para santri tidak hanya menggiring bola api, tetapi juga memegang dan melemparkannya layaknya bola biasa. Selain itu, mereka juga melakukan atraksi mandi petasan, di mana ratusan petasan dililitkan ke tubuh santri lalu diledakkan satu per satu.
Aksi ini tentu tidak bisa dilakukan sembarangan, karena membutuhkan persiapan khusus dan keahlian tertentu.
Atraksi permainan api ini telah menjadi tradisi turun-temurun yang dinantikan oleh para santri dan warga setempat setiap tahunnya.
BACA JUGA:Pastikan Distribusi LPG Subsidi Normal
Keberanian dan keterampilan santri dalam mengendalikan api menjadi daya tarik utama, menjadikan acara ini semakin semarak dalam menyambut datangnya Ramadan.
Tradisi yang dilakukan setiap tahun jelang Ramadan ini selalu dipadati ribuan warga untuk menyaksikan keindahan atraksi para santri dalam memainkan api.
"Alhamdulillah tak terasa panas saat bermain api dan petasan, mungkin sudah didoakan para kiai-kiai kita supaya kita lebih tenang biar bisa hadapi itu semua. Kita berserah diri pada Tuhan saja," ujar Faizul Kurnain, salah satu santri yang bermain atraksi.
Sementara itu, KH Marzuki Ahal selaku pembina sepak bola api mengatakan, bahwa tradisi ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga memiliki nilai sejarah yang erat kaitannya dengan perjuangan melawan penjajah Belanda.
BACA JUGA:Iran vs Indonesia: Misi Lolos Piala Dunia U20 Dimulai
"Kegiatan ini untuk menyambut bulan suci Ramadan 1446 H, sekaligus melestarikan budaya orang dulu saat melawan Belanda. Dulu itu menggunakan batu, kemudian api sebelum diterjunkan ke medan perang. Permainan ini sudah dilakukan sejak zaman Belanda, terutama di lingkungan pesantren," katanya.
Ia juga menyebutkan, bahwa sebelum mengikuti tradisi ini, para santri menjalani ritual khusus, termasuk puasa selama 21 hari.
"Sebelum acara, mereka wajib melaksanakan puasa tarku ruh, saat sahur dan berbuka tidak boleh mengonsumsi makanan yang memiliki ruh," sebutnya. (rdh)