Desak Jokowi Tanggung Jawab

Sejumlah nelayan bersama personel TNI AL membongkar pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, belum lama ini.-ist-radar cirebon
Direktur Indonesia Sea Watch Monitoring (ISeaM), Agus Fitroh mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Polri segera mengusut dugaan penyimpangan pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah laut pesisir Tangerang. Agus menilai, proses penerbitan izin tersebut perlu ditinjau ulang, karena berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan dan pemanfaatan ruang laut.
“Pemberian izin HGB di kawasan pesisir yang seharusnya menjadi ruang publik untuk kepentingan konservasi lingkungan dan masyarakat pesisir, diduga melanggar prinsip hukum lingkungan dan aturan tata ruang laut,” kata Agus Fitroh dalam keterangannya, Rabu (22/1).
Menurut dia, kawasan pesisir merupakan wilayah yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sebagaimana telah diubah melalui UU Nomor 1 Tahun 2014.
"Pasal 17 UU tersebut menegaskan bahwa pemanfaatan wilayah pesisir harus mengutamakan kepentingan lingkungan dan keberlanjutan ekosistem, bukan semata-mata kepentingan komersial," kata dia.
BACA JUGA:Libur panjang awal pekan, 18.742 Tiket dan Tambahan KA untuk Libur Isra Mikraj dan Imlek
Agus juga menyoroti bahwa penerbitan HGB di wilayah laut berpotensi bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa area 100 meter dari garis pantai tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan komersial tanpa kajian dampak lingkungan yang ketat. “Pelanggaran terhadap aturan ini dapat menyebabkan kerusakan ekosistem laut yang tidak bisa dipulihkan,” tambah Agus.
Dia juga mendesak agar penegak hukum tidak hanya memeriksa pihak pemberi izin di tingkat daerah, tetapi juga menelusuri peran pemerintah pusat, termasuk Keppres terkait PSN PIK 2 yang diteken oleh Presiden Joko Widodo.
“Keppres PSN tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan aturan hukum dan prinsip keadilan lingkungan, jika Presiden periode diduga terlibat ya harus diusut juga siapapun dia,” tegas dia.
Agus mengingatkan bahwa pemberian HGB di wilayah pesisir tanpa dasar hukum yang jelas dapat dianggap melanggar Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945. "UUD 45 kita jelas menyatakan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara, HGB terbit dilautan bagaimana ceritanya?" tuturnya.
BACA JUGA:Klaim BPJS Ketenagakerjaan Spanjang 2024 Capai Rp300 M
ISeaM juga menyerukan aparat penegak hukum jangan takut lakukan pengusutan kasus kasus itu, agar tidak ada pihak yang kebal hukum. “Kami mendukung transparansi penuh dalam penyelidikan ini. Tidak boleh ada aktor, baik itu di tingkat daerah maupun pusat, yang luput dari pertanggungjawaban hukum,” pungkas Agus.
Sementara itu, Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan juga menyoroti polemik soal terbitnya sertifikat hak guna bangunan (HGB) di kawasan pagar laut yang notabene berupa perairan. Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyebut bahwa area pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten, memiliki sertifikat HGB.
"Pernyataan menteri ATR tentu membuat masyarakat terkejut, bagaimana mungkin di atas laut terbit sertifikat HGB," ujar Chandra. (mcr8/jpnn)