Quo Vadis Kesejahteraan Guru

Ilustrasi guru.-istimewa-

BACA JUGA:Dorong Percepatan Pembangunan Kampung Nelayan

Seperti yang diungkapkan oleh Gamal Albinsaid, anggota DPR RI, guru yang menghadapi tekanan ekonomi tidak dapat menjalankan tugasnya secara maksimal, sehingga siswa menerima pengajaran dari guru yang lelah, stres, dan kurang fokus.

Minimnya kesejahteraan guru memberikan dampak signifikan pada kualitas pendidikan di Indonesia. Menurut teori motivasi Herzberg, gaji dan kesejahteraan termasuk dalam "faktor kebersihan," yang artinya jika faktor ini tidak terpenuhi, motivasi intrinsik untuk bekerja secara optimal akan menurun (Herzberg, 1959).

Ketika kesejahteraan finansial guru terabaikan, motivasi untuk memberikan pengajaran yang kreatif dan inovatif ikut terkikis. 

Akibatnya, siswa hanya menerima pendidikan yang monoton dan kurang menarik. Penelitian yang dilakukan oleh IDEAS (2024) juga menunjukkan bahwa guru yang merasa terbebani oleh masalah finansial cenderung memiliki tingkat stres lebih tinggi, yang berimbas pada menurunnya kualitas interaksi antara guru dan siswa. 

BACA JUGA:Shin Jae-won anak STY Kecam PSSI:

Hal ini berdampak langsung pada proses belajar mengajar, yang pada akhirnya merugikan siswa sebagai penerima utama pendidikan.

KEHADIRAN NEGARA DAN PENYELENGGARA PENDIDIKAN

Dalam konstistusi kita, kesejahteraan guru sudah dijamin dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Secara eksplisit dalam pasal tersebut disebutkan bahwa guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. 

Meskipun pasal yang seharusnya menjamin kesejahteraan minimum guru telah terabaikan selama hampir dua dekade, harapan baru muncul di tengah hiruk-pikuk kampanye Pilpres 2024. Pada saat itu, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berkomitmen untuk merealisasikan upah minimum bagi guru non-ASN.

BACA JUGA:Patrick Kluivert Jadi Kandidat Kuat Pengganti Shin Tae-yong sebagai Pelatih Timnas Indonesia

Harapan ini tentu menjadi angin segar bagi para guru honorer yang mengabdi di sekolah negeri dan swasta, guru pendidikan anak usia dini (PAUD), serta madrasah negeri dan swasta.

Profesi mereka memiliki beragam sebutan, seperti guru honorer negeri, guru honorer swasta, guru PAUD, guru tidak tetap yayasan, hingga honorer murni.

Namun, kesamaan nasib yang menyedihkan mengikat mereka: masih menerima gaji di bawah upah minimum, berkisar antara Rp300.000 hingga Rp1,5 juta per bulan.

Sebagai tindak lanjut janji kampanye, pemerintah membentuk kabinet baru yang diharapkan mampu membawa perubahan.

Tag
Share