YLBHI: Jokowi Layak Pemimpin Terkorup Sedunia
Mantan Presiden RI Joko Widodo mendapat sorotan dari YLBHI, yang menyatakan layak dianggap pemimpin paling korupsi sedunia.-ist-radar cirebon
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan bahwa Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) layak dianggap pemimpin paling korupsi sedunia. Hal itu sebagaimana laporan dari Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang merilis daftar nominasi orang-orang yang dinilai berkontribusi besar dalam memperburuk kejahatan terorganisir dan korupsi.
Kendati akhirnya kalah korup dari pemenang penghargaan Person of the Year 2024, Bashar Al-Assad (mantan Presiden Suriah), masuknya Joko Widodo sebagai salah satu nominasi adalah preseden buruk bagi situasi demokrasi, negara hukum, dan hak asasi manusia (HAM).
"YLBHI memandang bahwa label tokoh paling koruptif sepanjang tahun 2024 yang dirilis oleh OCCRP memiliki dasar kuat," kata Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Arif Maulana dalam keterangannya, Minggu (5/1).
YLBHI memandang bahwa label tokoh paling koruptif sepanjang tahun 2024 yang dirilis oleh OCCRP memiliki dasar kuat. Pertama, pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara sistematis.
BACA JUGA:KPK Berpeluang Gunakan Akuntan Internal
YLBHI mengungkapkan, Indeks Persepsi Korupsi saat ini mengalami stagnasi bahkan tren penurunan jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lepas landas lainnya. Selain itu, pada era pemerintahan Jokowi, tepatnya 13 Februari 2019, sebanyak sembilan fraksi di DPR menyetujui Revisi UU KPK, sehingga lembaga antirasuah tidak lagi menjadi lembaga independen, karena kelembagaannya berada di bawah presiden.
Berbarengan dengan revisi tersebut, Komisi III DPR pada 12 September 2019, memilih Firli Bahuri sebagai Ketua KPK periode 2019-2023 dengan mendapatkan 56 suara. Karena revisi ini, para pegawai KPK kemudian perlu berubah status menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Dampaknya, pada 25 Mei 2021, sebanyak 51 pegawai KPK dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan dan diberhentikan," ucap Arif.
Kedua, revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara pada 2020. YLBHI menyebut, proses pembentukan UU Minerba tidak melibatkan partisipasi publik secara bermakna. Ia menyesalkan, sentralisasi penguasaan Mineral dan Batubara menyebabkan akses masyarakat untuk memperjuangkan hak-haknya dan kontrol masyarakat terhadap penguasaan pertambangan.
BACA JUGA:Alvin Lim Meninggal Dunia
Ketiga, Omnibus Law dan Pengabaian Check and Balances. Keempat, Rezim Nihil Meritokrasi. YLBHI menyebut, merupakan rahasia umum bahwa selama Jokowi menjabat, ia mengangkat beberapa individu yang mendukungnya dalam Pilpres masuk ke jabatan-jabatan spesial. Kelima, menghidupkan kembali dwifungsi militer. Keenam, BUMN menjadi Badan Usaha Milik Relawan. YLBHI menyesalkan langkah Menteri BUMN Erick Thohir yang melakukan perombakan pejabat perusahaan BUMN Eselon I yang merupakan arahan dari Jokowi.
Ketujuh, intelijen untuk kepentingan politik. YLBHI menyebut Jokowi memberikan posisi kepada relawannya dalam Pilpres kepada Diaz Hendropriyono dan Gories Mere sebagai staf khusus intelijen istana. Presiden adalah orang, bukan institusi yang kaderisasinya berjalan berjenjang.
Kedelapan, represi dan kriminalisasi. YLBHI mengungkap, dilahirkannya kebijakan-kebijakan tidak demokratis, serta politik bagi-bagi jabatan, rezim Jokowi membentengi ruang demokrasi rakyat dengan represi yang tiada henti.
Kesembilan, proyek strategis nasional merampas ruang hidup rakyat. YLBHI menuturkan, banyak langkah korup yang dilakukan oleh rezim Jokowi untuk memperlancar apa yang hari ini biasa kita sebut sebagai Proyek Strategis Nasional. Jokowi membuat pondasi kebijakan Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2015 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, PP No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan segala revisinya, serta Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.