Kenaikan PPN 12%: Bukti Apatisme Politik dan Kegagalan Representasi?

Ilustrasi kenaikan PPN 12 persen.-istimewa-

BACA JUGA:Awas Masuk Zona Merah!

Pertama, rendahnya literasi politik di kalangan masyarakat menjadi salah satu faktor utama. Banyak warga negara yang kurang memahami dengan jelas bagaimana proses pembuatan UU berlangsung dan dampak nyata dari kebijakan-kebijakan yang disahkan terhadap kehidupan mereka.

Informasi yang disebarkan oleh berbagai pihak sering kali tidak objektif, bahkan sangat terbatas dalam hal kedalaman dan kejelasannya. 

Sehingga banyak warga yang tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang apa yang sedang terjadi dalam ranah politik. Akibatnya, pemilih menjadi sulit untuk membuat pilihan yang terinformasi dengan baik saat Pemilu.

Kedua, ketidakmaksimalan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan juga turut berperan dalam menciptakan kesenjangan ini.

BACA JUGA:3Fun Luwak-Dispora Digelar 5 Januari 2025

Masyarakat sering kali tidak dilibatkan secara maksimal dalam proses perumusan kebijakan publik. Konsultasi publik yang seharusnya menjadi sarana penting untuk menyerap aspirasi rakyat, seringkali hanya menjadi formalitas belaka, tanpa diikuti oleh tindak lanjut yang jelas. 

Hal ini menciptakan ketidakharmonisan antara apa yang diinginkan oleh rakyat dan apa yang diputuskan oleh pemerintah dan legislatif. Sehingga kebijakan yang dihasilkan menjadi tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat luas. 

Ketiga, dominasi kepentingan kelompok tertentu dalam proses pengambilan keputusan di tingkat politik menjadi kenyataan pahit yang harus dihadapi.

Kepentingan bisnis dan kelompok elit sering kali mendapat tempat yang lebih besar dibandingkan dengan suara rakyat banyak. 

BACA JUGA:Erick Thohir Tuntut Timnas Indonesia Berjuang Maksimal di Sisa Kualifikasi Piala Dunia 2026

Dalam banyak hal, keputusan-keputusan politik lebih menguntungkan pihak-pihak yang memiliki kekuatan ekonomi atau politik, sementara rakyat jelata yang seharusnya menjadi fokus utama justru seringkali terpinggirkan.

Ketika hal ini terjadi, kebijakan yang dihasilkan tidak hanya tidak menguntungkan masyarakat, tetapi juga menciptakan ketidakadilan sosial yang semakin menganga.

Kenaikan PPN 12% bukan hanya sekadar sebuah kebijakan perpajakan yang teknis, melainkan juga merupakan simptom dari masalah yang lebih besar, yakni apatisme politik yang meluas, rendahnya literasi politik di kalangan masyarakat, dan kegagalan sistem representasi yang tidak dapat menyalurkan suara rakyat secara efektif.

Untuk mencegah terulangnya situasi semacam ini di masa depan, diperlukan upaya komprehensif yang melibatkan semua elemen masyarakat. Peningkatan literasi politik menjadi sangat mendesak. 

Tag
Share