Bantu Balita, Lakukan Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting
Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat didampingi DP3APPKB Kota Cirebon, Sekmat Harjamukti Ma’mun, dan Lurah Kalijaga Sutisna memberikan sambutan dalam acara peluncuran Genting.-dokumen -tangkapan layar
Pencegahan stunting, kata Sekar, dimulai dari 1000 hari kehidupan pertama, termasuk pemberian bantuan secara berkelanjutan.
Salah satu penyebab stunting bukan hanya karena pemenuhan gizi, tetapi juga sanitasi rumah yang mempengaruhi kesehatan.
“Peluncuran hari ini menyasar 20 keluarga, terdiri dari 10 balita dan 10 ibu hamil yang berisiko stunting,” tambahnya.
BACA JUGA:170 Kebakaran selama 2024, Terbanyak Terjadi di Kecamatan Harjamukti
Sekar juga menjelaskan bahwa Genting merupakan gerakan bantuan bagi keluarga berisiko stunting, melalui kepedulian berbagai pihak sebagai orang tua asuh, yang menjadi bagian dari upaya pencegahan dan percepatan penurunan stunting.
Melalui kegiatan Genting ini, diharapkan balita berisiko stunting mendapatkan bantuan untuk peningkatan gizi dan kesehatan, serta keluarga yang memiliki balita berisiko stunting mendapatkan edukasi dan bantuan lain untuk pemberdayaan keluarga.
Prioritas akan diberikan kepada keluarga miskin yang berisiko stunting.
BACA JUGA:Banyak Permintaan Pemangkasan Pohon kepada DPRKP
Selain intervensi gizi, salah satu upaya penurunan stunting adalah dengan mencegah kehamilan “4 Terlalu”, yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, dan terlalu banyak, yang dapat berdampak pada peningkatan risiko kelahiran generasi stunting baru.
Untuk itu, pencegahan kehamilan “4 Terlalu” dilakukan melalui Program Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR) dengan penggunaan kontrasepsi.
Penyelenggaraan program KB dan KR, berdasarkan indikator sasaran strategis BKKBN tahun 2023, menunjukkan bahwa Total Fertility Rate (TFR) telah mencapai angka 2,14 per wanita usia 15-49 tahun (Pendataan Keluarga 2023).
BACA JUGA:14 Lokomotif dan 59 KA Sambut Nataru
Namun, apabila dilihat dari capaian per kabupaten/kota, masih ada lebih dari setengah jumlah kabupaten/kota atau sekitar 51,4 persen yang memiliki TFR lebih dari 2,4.
Disparitas ini disebabkan oleh berbagai tantangan dalam penyelenggaraan pelayanan KB, terutama di wilayah dengan keterbatasan aksesibilitas bagi Pasangan Usia Subur (PUS), belum optimalnya pemberian KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), serta kurangnya peran dan dukungan dari stakeholder dan mitra kerja.