Meneladani Kepemimpinan Umar Bin Abdul Aziz
-ilustrasi-net
Oleh: Imam Nur Suharno
BANGSA Indonesia akan kembali menyelenggarakan proses pergantian kepemimpinan nasional melalui pemilu (pemilihan umum) Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber dan Jurdil).
Melalui pemilu Luber dan Jurdil ini diharapkan terpilih pemimpin yang mau meneladani kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz.
Jika pemimpin terpilih mau meneladani kepemimpin Umar bin Abdul Aziz maka akan terlahir pemimpin yang benar-benar mau melayani rakyat bukan yang serba minta dilayani.
Nah, seperti apakah kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, berikut ini penulis ketengahkan sebagian dari kisah kepemimpinanya.
BACA JUGA:Soal Penanganan Banjir, Eti Herawati Siap Kordinasi dengan Pusat
Suatu hari, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menyewa seekor unta dari seorang pemilik unta untuk perjalanan ke luar kota. Di tengah perjalanan yang kanan dan kirinya penuh dengan pepohonan, tiba-tiba serban Umar tersangkut pohon dan jatuh ke tanah.
Setelah satu kilometer perjalanan, Umar baru diberi tahu bahwa serbannya tersangkut di pohon dan jatuh. Kemudian, Umar turun dari unta dan berjalan mengambil serbannya yang terjatuh.
“Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau mengambil sendiri serban itu? Bukankah kita bisa mengambilnya dengan mengendarai unta.“ tanya sang pemilik unta itu kepada Umar dengan penuh keheranan.
“Tidak, saya menyewa unta hanya untuk pergi, bukan untuk kembali.“ jawab Umar. “Mengapa engkau tidak menyuruhku mengambilnya?“ tanya pemilik unta itu lagi dengan penuh penasaran. “Tidak juga, karena serban itu bukan milikmu, melainkan milikku.“ ujarnya dengan mantap.
BACA JUGA:Purnabakti, Camat Kapetakan Langsung Terjun Politik Praktis
Kisah di atas memberikan pelajaran berharga kepada kita --khususnya para pemimpin di negeri ini-- tentang pentingnya memahami arti kepemimpinan. Umar bin Abdul Aziz sebagai seorang pemimpin yang memberikan keteladanan dalam memimpin.
Ia tidak memanfaatkan kepemimpinannya untuk minta dilayani, justru ia habiskan waktu, tenaga dan pikirannya untuk melayani masyarakat.
Di zaman sekarang ini, sebagian orang yang diberikan amanah untuk memimpin suatu kaum atau suatu kelompok orang justru memanfaatkan posisinya untuk mendapatkan layanan dari orang yang dipimpinnya dan fasilitas yang diluar kewajaran.
Jika setiap pemimpin benar-benar memikirkan untuk kepentingan rakyat, maka setiap program kerja dan kebijakan yang dibuat akan senantiasa berorientasi untuk kepentingan rakyat banyak, bukan untuk kepentingan pribadi, keluarga, maupun kelompoknya.