Agar dosen dapat memfasilitasi pembelajaran mahasiswa dalam kelompok yang beragam, program perkuliahan perlu memiliki atau mengembangkan kompetensi internasional dan antarbudaya sebagai penciri khasnya.
UIN Siber dapat merumuskan kompetensi tersebut untuk melakukan akselerasi program internasionalisasi kampus. Dalam implementasi peran dosen sebagai pembimbing atau fasilitator maka dapat dipertimbangkan berikut ini: pertama, dosen harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang dunia global untuk menghubungkan konten disiplin ilmu mereka dengan tren masyarakat yang lebih luas.
BACA JUGA:6 Parpol Resmi Deklarasi dan Daftar Paslon Ridho - H Kamdan ke KPU
Hal ini memungkinkan dosen untuk mengajukan pertanyaan yang tepat mengenai dimensi internasional dan antarbudaya yang relevan dan menghubungkannya dengan tugas yang mendorong mahasiswa untuk mengatasi kebutuhan masyarakat lokal atau global melalui penerapan disiplin akademis mereka.
Kedua, dosen harus memahami cara mengubah pengalaman keberagaman menjadi pembelajaran antarbudaya yang inklusif.
Dengan mengakui insiden antarbudaya sebagai peluang untuk berbagi pengetahuan dan belajar, dan memfasilitasi dinamika kelompok antarbudaya, maka dosen dapat memanfaatkan keberagaman dalam kelompok mahasiswa untuk kepentingan semua.
Ini termasuk mengalokasikan waktu dalam program pembelajaran yang didesain untuk dialog antarbudaya yang disengaja untuk memacu kesadaran mahasiswa tentang perspektif dan pengalaman yang beragam; untuk mendukung pemahaman yang jelas tentang orang lain yang berpikir atau bertindak berbeda; dan untuk mendorong keterbukaan dan rasa ingin tahu untuk berkolaborasi dalam kelompok sebaya mereka, secara lokal dan global.
BACA JUGA:Bunga Lambangkan Kelembutan, Eti-Suhendrik Berikan Bunga Kepada Komisioner KPU
Ketiga, dosen harus menjadi praktisi yang reflektif dan mengambil sikap etis dalam desain dan penyampaian program perkuliahan. Ini memerlukan kesadaran akan norma, nilai, dan bias mereka sendiri, dan bagaimana hal ini dapat memengaruhi keputusan dalam desain program dan perilaku di kelas.
Mereka harus mengenali garis etika yang tipis antara memfasilitasi pembelajaran mahasiswa dan mengadvokasi nilai dan keyakinan pribadi mereka sendiri, dengan demikian mempromosikan pemikiran kritis dan perilaku yang bertanggung jawab secara sosial.
Sikap dosen yang terbuka di tengah perbedaan yang ada pada keragaman mahasiswa menjadi pintu masuk untuk menghadirkan substansi internasionalisasi dan keragaman antarbudaya dalam perkuliahan.
Keempat, untuk menciptakan pengalaman belajar internasional yang efektif, dosen harus menilai dan menyempurnakan praktik mengajar mereka melalui proses reflektif yang berkelanjutan. Lanskap global terus berubah dan internasionalisasi pendidikan tinggi harus berubah bersamanya.
BACA JUGA:Ayu Soroti Soal Infrastruktur Jalan dan Kemiskinan Kabupaten Cirebon
Wawasan dosen tentang isu-isu global dan masalah yang dihadapi oleh banyak negara seperti pencapaian SDG’s atau tujuan pembangunan berkelanjutan tahun 2023 akan menjadi kerangka kerja bagi dosen untuk memulai program internasionalisasi dalam pembelajaran yang dilakukannya. (*)
*Tulisan ini disadur dari pendekatan baru program internasionalisasi dan antar budaya karya Gregersen-Hermans (peneliti senior pada Pusat Penelitian Bisnis Internasional Berkelanjutan di Universitas Zuyd) dan Lauridsen (Profesor Madya/Emerita, Universitas Aarhus). Keduanya berafiliasi pada Pusat Internasionalisasi Pendidikan Tinggi, Università Cattolica del Sacro Cuore.
*Guru Besar UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon