BACA JUGA:Imron Terus Lobi Politik, PKS-Nasdem Tetap Solid Usung Agus-Anwar
Judicial review ini didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Cirebon untuk ditinjau ulang keabsahan penyusunan hingga penetapan produk hukum di Kota Cirebon tersebut melalui jalur peradilan Mahkamah Agung.
Tim hukum paguyuban masyarakat, Hetta Mahendarti Latumeten, menjelaskan bahwa pengajuan judicial review ke Mahkamah Agung melalui PN Kota Cirebon ini sebagai langkah terakhir warga karena aspirasi dan keluhan warga terkait kenaikan retribusi PBB tidak didengar oleh Pemkot Cirebon.
“Ini menjadi langkah terakhir kami mengajukan judicial review terkait Perda Nomor 1 Tahun 2024 yang banyak mengandung kejanggalan formil yang tidak dilampaui oleh Pemkot Cirebon dan DPRD Kota Cirebon dalam penerbitan Perda tersebut,” terangnya.
BACA JUGA:Jelang Pendaftaran Pilkada, PDI P Masih Terus Cari Sosok Pendamping Nina
Sebelumnya, pihaknya juga telah melayangkan surat keberatan atau penolakan ke Kemendagri RI, Kemenkeu RI, Gubernur Jawa Barat, Kemeninfo RI, dan Polda Jabar.
“Jadi, sebelumnya kami sudah menempuh berbagai upaya. Sehingga, pengajuan judicial review ini adalah langkah terakhir yang akan kami lakukan,” ujarnya.
Dalam materi gugatan JR ini, pemohon terdiri dari lima orang warga mewakili lima kecamatan, yaitu Bobby, Surya Pranata, Beni, Marlina, dan Dani.
BACA JUGA:Usia Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Cirebon Minimal 25 Tahun
Jumlah saksi masing-masing kecamatan adalah 25 orang, satu saksi ahli, serta melampirkan bukti atau dokumen pendukung sebanyak 113 dokumen yang berisi ribuan halaman.
Pihak termohon ada tiga instansi, yaitu Pemerintah Kota Cirebon atau Pj Walikota Cirebon, DPRD Kota Cirebon, dan Pj Gubernur atau Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Salah satu koordinator paguyuban, Hendrawan Rizal, menjelaskan bahwa tujuan dari JR ini adalah untuk membatalkan Perda Nomor 1 Tahun 2024 Kota Cirebon tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur soal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
BACA JUGA:SMP Nurul Halim Widasari Buat Bubur Suro Untuk Dibagikan Kepada Masyarakat Sekitar
“Nah, yang kami minta adalah agar Perda tersebut dibatalkan,” ungkap Hendrawan.
Menurutnya, hingga saat ini masyarakat Kota Cirebon masih menunda pembayaran retribusi PBB.
“Perda tersebut menghasilkan SK Pj Walikota Cirebon yang berisi retribusi PBB tahun 2024 yang kami anggap ugal-ugalan karena kenaikannya mulai dari 100 persen hingga 1.000 persen dan sangat berdampak kepada seluruh masyarakat di Kota Cirebon,” tegasnya.