Oleh: Intan Satriani
SEKARANG ini sudah tidak ditampikkan lagi, kita semua sudah masuk di era digitalisasi, di mana banyak aspek kehidupan ditransformasikan ke ranah digital. Anak-anak sekarang lebih kenal dengan teknologi dibandingkan media cetak.
Hal ini bisa disebabkan karena kemajuan teknologi yang tak henti-hentinya, dan tak terhindarkan dalam keberadaan berbagai aplikasi. Lalu, orang tua, guru, dan anak seolah dipaksa untuk beradaptasi dengan bahan bacaan digital yang memang sekarang sedang dekat dengan anak.
Dari hal tersebut, dalam pergerakan literasi sejak dini di zaman digital, anak dituntut untuk mampu menguasai literasi digital dan beradaptasi dengan gawai atau aplikasi pendukungnya.
Literasi digital dapat didefinisikan sebagai keterampilan seorang individu dalam memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber digital secara efektif dan efisie1n dalam berbagai format (Gilster, 1997).
BACA JUGA:Kabupaten Indramayu Raih Penghargaan Adipura
Pernyataan literasi digital tersebut memunculkan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak memiliki kebiasan literasi yang baik. Kegiatan tersebut di antaranya membaca, dongeng, bermain dengan huruf-huruf, drama pendek, dan nyanyian.
Dalam mempraktekkan kegiatan membaca tersebut, terutama menggunakan media digital, anak tidak bisa sepenuhnya diberikan kebebasan peran. Perlu adanya keterlibatan orang tua dalam literasi digital yang sehat. Peran orang tua atau pendidik di sini salah satunya bisa dengan mengenalkan kapan dan bagaimana menggunakan gawai untuk membaca, salah satunya secara aman.
Ternyata, digitalisasi tidak bisa sepenuhnya baik. Sehingga masih perlu adanya dampingan dari media cetak. Fakta dari penelitian Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) yang menunjukkan hal yang berbalik bahwa penerbitan buku konvensional di Indonesia sudah menurun, meskipun jumlah penerbit bertambah (Purba, 2012).
Ternyata salah satu penyebabnya yaitu dengan kemunculan buku elektronik (ebook). Ada beberapa alasan mengapa media bacaan digital sekarang ini naik daun, di antaranya tersedianya fitur-fitur yang menantang dan memberikan keceriaan pada anak di gawai (Trimuliana, 2024).
BACA JUGA:BRI Komitmen Berikan Rasa Aman dan Nyaman Nasabah
Anak-anak tertarik dengan multimoda yang tersedia di gawai, di mana menggabungkan gambar, suara, dan permainan dalam satu media. Selain itu, media digital mudah untuk diakses, salah satunya melalui perangkat selular.
Sehingga memudahkan pembaca untuk membawa dan membacanya di mana pun kapan pun. Satu hal lagi, memang keberadaan buku elektronik ini ramah lingkungan karena mereka tidak menggunakan bahan dasar kertas yang bahan mentahnya dari kayu atau pohon (Nurbaiti& Mariah, 2020).
Hal ini berkesinambungan dengan literasi digital yang digaungkan saat ini. Literasi digital termasuk salah satu jenis dari literasi fungsional. Di mana literasi fungsional menekankan pada keterlibatan seseorang dalam semua kegiatan yang tersedia dalam kelompok dan komunitas yang memungkinkannya terus membaca, menulis, dan menghitung untuk dirinya dan pengembangan masyarakat (UNESCO, 1978 dalam Susilo,2019). Ini terlihat salah satunya pada praktek literasi digital saat ini.
Lalu, pertanyaan yang muncul sekarang yaitu apakah dengan transformasi digital terutama di bidang literasi bagi anak, media bacaan cetak akan tergerus keberadaannya? Belum ada jawaban pasti untuk saat ini, namun menurut Trealese (2022) yaitu keberadaan media bacaan cetak masih diperlukan dengan beberapa alasan. Alasan tersebut di antaranya buku fisik masih memiliki nilai yang tidak bisa digantikan dengan media digital. Buku fisik memberikan kenyamanan tersendiri dalam pengalaman membaca dan menumbuhkan keterampilan membaca pada anak.