Oleh: Atin Apririyanti
PENDIDIKAN merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan. Baik dalam jangka menengah atau pun dalam jangka panjang.
Namun, masih banyak masyarakat miskin yang memiliki akses terbatas dalam memperoleh pendidikan yang bermutu, dan yang lebih memprihatinkan mereka sama sekali tidak mendapatkan pendidikan.
Pemerintah memang telah mengganggarkan dana pendidikan sebanyak 25 persen dari APBN, bahkan janji-janji pilpres ini akan dinaikkan sampai 30 persen.
Tapi, ketika dunia pendidikan telah memasuki era neoliberal pendidikan, dana sebanyak itu menurut sebagian kalangan masih terasa kurang.
BACA JUGA:Milan Taklukan AS Roma di San Siro
Kita memang patut sadar bahwa masih banyak sektor-sektor publik lain yang harus diperhatikan oleh Pemerintah ketika membuat kebijakan-kebijakan liberalisasi.
Meskipun demikian diakuinya kebijakan yang dapat mendorong majunya dunia pendidikan harus diprioritaskan oleh pemerintah.
Khususnya pada persoalan dana, akibatnya, timbullah pendidikan yang mahal dan komersialisasi pendidikan di Negara ini.
Siapa yang bertanggung jawab? Persoalan pendidikan yang mahal maka siapa pun akan menyalahkan pemerintah di negeri ini.
BACA JUGA:Hati-hati Erik Ten Hag Dipecat Sir Jim Ratcliffe!
Oleh sebab itu untuk membebaskan masyarakat dari belenggu mahalnya pendidikan saat ini merupakan tanggung jawab pemerintah. Dalam konteks ini masyarakat patut berbangga. Karena pemerintah daerah tidak membebankan uang pendaftaran masuk ke sekolah negeri.
Jika dilihat dari sudut pandang metode belajar modern yang berkembang saat ini maka pembelajaran yang berlangsung di bimbingan belajar (khususnya pada program regular), meskipun telah dirancang sedemikian rupa agar tidak membosankan, pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga.
Pertama, pembelajaran berpusat pada guru/pengajar (teacher centered learning) bukan pembelajaran berpusat aktivitas (activity driven learning). Menurut penelitian pembelajaran lebih efektif melalui pengalaman dan dengan siswa langsung berinteraksi dengan bahan yang sedang dipelajari. Pembelajaran di bimbingan belajar masih menempatkan guru sebagai pemberi materi dan siswa dianggap sebagai wadah yang harus diisi dengan ilmu.
Sekolah yang memiliki otoritas sebagai tempat untuk menyelenggarakan pendidikan sering dipertanyakan perannya. Hal ini adalah salah satu masalah yang ada dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sebagai alternatif belajar di luar sekolah banyak siswa yang menggantungkan harapannya pada bimbingan belajar untuk mendapatkan materi yang tidak diajarkan di sekolah.