Namun, tuturan itu harus terlebih dahulu mengendap dalam benak konstituen hingga mencapai titik akumulatif tertentu sampai kemudian menjalani sebuah proses reflektif yang panjang.
Ah, lagi pula siapa yang akan peduli dengan kerumitan proses itu. Selama tujuan bahasa politik hanya berorientasi pada menggerakkan publik untuk menentukan pilihan politiknya, selama itu juga skena komunikasi politik Indonesia hanya soal menyampaikan pesan; tentang yang akan menjadi penguasa dan yang selamanya dikuasai.
DIGDAYA DENGAN BAHASA
Dalam praktik komunikasi politik, makna sesungguhnya dari sebuah tuturan bisa menempati lapis ketiga, keempat, kelima, dan bahkan ke-n (tak hingga). Sebab, makna tidak pernah dapat diperoleh hanya melalui simbol tuturan karena makna sesungguhnya seolah ada pada ruang terselubung.
BACA JUGA:Objek Wisata di Majalengka Makin Diminati, Liburan Nataru Capai 77.858 Orang
Seperti sudah selazimnya, intertekstualitas dan kontekstualitas dalam praktik berbahasa akan dapat mengubah makna sebuah tuturan hingga sama sekali berbeda dengan wujud leksikalnya.
Di sisi lain, kita tentu saja tidak boleh kehilangan optimisme bahwa bahasa politik dalam skena komunikasi politik Indonesia tidak selalu berlumur kebohongan.
Dalam struktur bahasa politik dan peristiwa komunikasi politik, ada banyak informasi faktual yang seharusnya dapat meningkatkan kualitas wacana politik di masyarakat. Tentu, optimisme itu memang sangat sedikit porsinya dalam keyakinan kita.
Namun, kita memang harus mulai menyadari bahwa relasi kekuasaan pada praktik komunikasi politik sesungguhnya lebih rumit dari sekadar kuat dan lemah; meskipun pada konteks yang lain memang sesederhana itu.
BACA JUGA:Penerimaan Pajak di Kabupaten Indramayu Capai 103,5%
Akal dan budi manusia, sebagai pertimbangan intelektual dan moral dalam berkomunikasi, akhirnya menjadi penentu dalam Menyusun kompleksitas strategi dan imaji tentang politik sebagai jalan menuju kekuasaan.
Lagi pula, dalam komunikasi politik, relasi kuasa antarmanusia memang lazim terwujud dalam permainan simbol. Kekuasaan simbolik sejatinya lahir melalui berbagai cara. Tulisan ini akan memberikan ilustrasi kejadian atas tiga strategi kekuasaan simbolik sebagai berikut.
(Ilustrasi 1)= Ketika mengendarai mobil, seorang teman sengaja menggantungkan tanda kepangkatan kepolisian pada kaca dashboard-nya. Dengan cara itu, menurut dia, polisi lalu lintas akan segan karena menganggap dia adalah keluarga dari perwira polisi sehingga tidak akan pernah ditilang.
(Ilustrasi 2)= Teman saya itu kemudian berhenti di traffic light dan dihampiri oleh seorang pengamen yang bernyayi tidak jelas sambil menepuk-nepuk tangan.
BACA JUGA:AKMI Suaka Bahari Cirebon Cetak Pelaut Profesional dan Siap Kerja
Awalnya, teman saya melambaikan tangan sebagai tanda enggan memberi. Lalu, pengamen itu kemudian menggulung lengan bajunya dan memperlihatkan tato yang memenuhi lengannya. Seketika, teman saya memberikan beberapa uang recehan kepada pengamen itu. “Takutnya malah body mobil saya digores nanti sama dia,” ucap teman saya itu kepada saya.