Oleh: Ridwan Firmansyah SH*
PUTUSAN terhadap perkara tindak pidana korupsi (tipikor) akan selalu hangat diperbincangkan oleh khalayak. Beberapa aspek dalam penanganan tipikor selalu menarik perhatian.
Mulai dari cara yang dilakukan oleh terdakwa, jumlah kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sampai dengan putusan akhir yang dijatuhkan oleh majelis hakim terhadap terdakwa.
Belum lama ini, khalayak ramai masih disuguhkan berita hangat penanganan perkara tipikor komoditas timah. Hal yang patut dicermati adalah penjatuhan pidana tambahan berupa uang pengganti masih jauh dari total kerugian perekonomian negara.
BACA JUGA:Ambisi Back to Back
Hal ini yang patut dicermati, bahwa dalam perkara tersebut kerugian negara yang diangkat adalah kerugian perekonomian negara, bukan kerugian keuangan negara.
Dalam konteks tipikor, terdapat perbedaan antara kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara.
Kedua hal tersebut merupakan unsur yang termasuk di dalam delik tipikor khususnya dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Penanganan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Bahwa di dalam Penjelasan UU No 31 Tahun 1999 perekonomian negara memiliki pengertian kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.
BACA JUGA:Kalahkan Arsenal, Yakin Lolos Final
Secara gramatikal, dapat dikatakan kerugian perekonomian negara sifatnya lebih luas dibandingkan dengan kerugian keuangan negara.
Kerugian perekonomian negara dalam perkara tipikor komoditas timah terbagi menjadi beberapa substansi, yang di antaranya adalah kerugian ekologis.
Secara yuridis, hak negara dapat dipulihkan dengan menggunakan konstruksi yuridis Pasal 18 UU Tipikor yaitu uang pengganti.
Namun nyatanya, ketentuan tersebut belum sepenuhnya mengakomodir bagaimana hak negara bisa pulih dari kerugian perekonomian negara, karena jika melihat secara ketentuan uang pengganti yaitu yang jumlahnya sebanyak-banyak sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi (vide Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU Tipikor).
BACA JUGA:Perceraian Roberto Carlos Rumit