RADARCIREBON.BACAKORAN.CO - Mayoritas guru di Indonesia menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Zonasi. Berdasarkan survei yang dilakukan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) pada 17–22 November 2024, sebanyak 72,3 persen responden guru sepakat bahwa sistem zonasi harus dipertahankan. Sementara itu, hanya 27,7 persen yang berpendapat bahwa kebijakan tersebut perlu dihapus.
Survei ini melibatkan 912 guru dari 15 provinsi di Indonesia. Responden terdiri atas 58,9 persen guru jenjang SMP/MTs, 25 persen guru SMA/MA/SMK, 10,1 persen guru SD/MI, dan 6 persen guru SLB.
Alasan Dukungan Guru terhadap Zonasi
Menurut hasil survei, dukungan terhadap sistem zonasi didasarkan pada sejumlah alasan utama:
Keamanan Peserta Didik
Sistem zonasi dinilai dapat meningkatkan keamanan siswa selama perjalanan ke sekolah. Dengan bersekolah lebih dekat dari tempat tinggal, risiko kecelakaan atau tindak kejahatan dapat diminimalisasi.
Pemerataan Akses Pendidikan
Kebijakan ini memberikan kesempatan bagi semua anak untuk mengakses sekolah negeri tanpa memandang latar belakang sosial maupun ekonomi.
BACA JUGA:DPRD Setujui Raperda APBD 2025
“PPDB tidak hanya melalui jalur zonasi, tetapi juga mencakup jalur prestasi, afirmasi, dan perpindahan tugas orang tua. Semua anak memiliki peluang yang sama, tidak hanya berdasarkan nilai akademik,” bunyi siaran pers FSGI yang diterima pada 25 November 2024.
Sistem zonasi mendorong pemerintah daerah untuk membangun sekolah negeri baru di wilayah-wilayah yang sebelumnya belum memiliki akses pendidikan yang memadai.
“Penambahan sekolah negeri baru menunjukkan kesungguhan kepala daerah dalam memenuhi hak pendidikan anak-anak di wilayahnya,” jelas FSGI.
FSGI menegaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan amanat UUD 1945, yang menggariskan kewajiban negara untuk menjamin hak pendidikan seluruh rakyat Indonesia.
Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, menekankan bahwa kebijakan zonasi menjunjung tinggi prinsip keadilan. Namun, ia mengingatkan bahwa akar permasalahan sebenarnya adalah minimnya jumlah sekolah negeri, terutama di tingkat SMA dan SMK.
“Sebanyak apapun sistemnya diubah, jika pemerintah daerah tidak membangun sekolah negeri baru di kecamatan atau kelurahan yang belum memilikinya, maka masalah akan tetap sama. Saat ini, hanya 30-40 persen siswa yang bisa diterima di sekolah negeri,” ujar Heru Purnomo, Sekjen FSGI.
Wakil Sekjen FSGI, Mansur, menambahkan bahwa sejak penerapan PPDB sistem zonasi pada 2017, kesadaran akan keterbatasan sekolah negeri baru mulai mencuat. Hingga kini, belum ada penambahan signifikan untuk jenjang SMP, SMA, dan SMK di banyak daerah.
FSGI mendesak pemerintah daerah untuk lebih serius dalam memperluas akses pendidikan melalui pembangunan sekolah-sekolah negeri baru. Kebijakan zonasi dinilai sebagai solusi efektif untuk pemerataan pendidikan dalam jangka pendek. Namun, keberlanjutan program ini memerlukan komitmen konkret dari pemerintah dalam memperbaiki infrastruktur pendidikan nasional.
“Kesadaran bahwa sekolah negeri masih minim 72,3 Persen Guru Setuju PPDB Zonasi Dilanjutkanseharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk segera bertindak. Sistem zonasi adalah langkah awal, tetapi pembangunan fasilitas pendidikan adalah kebutuhan mendesak,” pungkas Mansur.