Netralitas pejabat daerah serta TNI/Polri di Pilkada Serentak 2024 tidak bisa ditawar lagi. Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) menguatkan posisi itu. Bagi yang melanggar atau memihak salah satu pasangan calon, maka ancamannya denda uang tunai hingga penjara 6 bulan.
Seperti diketahui, MK telah mengabulkan uji materi yang diajukan masyarakat sipil Syukur Destieli Gulo terhadap Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada. MK dalam putusan putusan perkara nomor 136/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis 14 November 2024 itu mengabulkan seluruh gugatan pemohon.
Adapun, pemohon mempersoalkan tidak adanya jeratan hukum terhadap pejabat daerah atau anggota TNI atau Polri yang tak netral pada pilkada. Menurut Gulo, permohonan uji materi dilayangkannya karena ada kekosongan hukum soal sanksi pidana terhadap pejabat daerah dan anggota TNI atau Polri yang berpihak saat pilkada.
“Namun, terdapat kekosongan hukum mengenai sanksi pidana khususnya pelanggaran netralitas," kata Gulo. Menurutnya, aturan yang ada hanya melarang pejabat daerah dan anggota TNI atau Polri berpihak dalam kontestasi politik, tetapi tak muncul hukuman bagi oknum.
Dia menuturkan putusan MK bernomor 136/PUU-XXII/2024 membuat pejabat daerah dan anggota TNI atau Polri bisa dipidana andai tak netral saat pilkada. “Artinya setiap pejabat daerah dan anggota TNI atau Polri yang tidak netral dalam Pilkada 2024, nantinya dapat dipidana berdasarkan Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 tersebut," ungkap Gulo di JPNN (Radar Cirebon Group).
Dia mengatakan kepastian hukum pada kontestasi politik jadi makin kuat dengan putusan MK nomor 136/PUU-XXII/2024. Terutama, demi mewujudkan pilkada dilaksanakan secara demokratis. “Saya berharap agar seluruh warga negara Indonesia dapat mengawasi bersama pelaksanaan Putusan MK tersebut oleh aparat penegak hukum dalam praktik nantinya," tandasnya.
Ya, MK telah mengubah pasal mengenai aturan pidana terkait netralitas dalam pelaksanaan pilkada. Dengan demikian, sekarang pejabat daerah dan TNI-Polri termasuk subjek yang bisa dipidana bila melanggar netralitas tersebut.
Ketentuan tersebut merupakan putusan MK yang memasukkan frasa “pejabat daerah” dan “anggota TNI/Polri” ke dalam norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
BACA JUGA:Tebang Pohon Rawan Tumbang
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK pada Kamis kemarin, 14 November 2024.
Pasal 188 UU 1/2015 berbunyi: “Setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00.”
Menurut MK, Pasal 188 UU 1/2015 merupakan norma yang berpasangan dengan Pasal 71. Dalam perkembangannya, Pasal 71 mengalami perubahan melalui UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, khususnya pada ayat (1).
Dalam UU 1/2015, Pasal 71 ayat (1) hanya memuat “Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa kampanye.”
BACA JUGA:Musnahkan Barang Bukti dari 140 Perkara Pidana