Pembelajaran Fungsional
Ilustrasi tawuran pelajar.--jpnn
Oleh: Munib Rowandi Amsal Hadi*
TAWURAN pelajar masih saja marak terjadi, bahkan intensitasnya semakin sering terjadi, baik di kota besar maupun di kota kecil. Bahkan di wilayah pedesaan pun hal itu sering terjadi.
Terlepas dari berbagai sebab yang memicu dan melatarbelakanginya, persoalan siswa tawuran atau pelanggaran yang lainnya, saya yakin telah diupayakan untuk dicegah dan diselesaikan oleh sekolah dengan upaya yang maksimal. Namun nyatanya, hal itu terus terjadi. Maka, saya kira sekolah perlu melakukan penangan secara komprehensif.
Persoalan siswa hampir ditemui di seluruh sekolah, baik sekolah dengan pengelolaan yang baik maupun yang biasa-biasa. Bahkan sekolah yang pengelolaan semakin baik justru akan mendapatkan semakin banyak persoalan kesiswaan. Hal ini karena dengan pengelolaan yang baik, persoalan yang semula tidak teramati menjadi teramati, yang semula tidak tertangani menjadi ditangani.
BACA JUGA:Agus Mulyadi Resmikan Museum Topeng Cirebon
Persoalan kesiswaan, secara normatif cenderung diselesaikan oleh wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan guru Bimbingan dan Konseling (guru BK). Penyelesaian ini biasanya bersifat kasuistik dan personal.
Penyelesaian yang sifatnya kasuistik dan personal, kadang menyisakan banyak persoalan karena masih banyak yang belum tersentuh. Hal ini memicu berbagai persoalan kesiswaan kembali muncul.
PEMBELAJARAN FUNGSIONAL
Untuk menanggulangi persoalan kesiswaan yang memungkinkan muncul kembali, maka perlu penanganan secara komprehensif dan berkelanjutan yaitu dilakukan penanganan secara menyeluruh sampai menyentuh akar masalah dan secara terus menerus berkelanjutan.
BACA JUGA:Gelar Simposium Kesehatan Internasional, UGJ Peduli Terhadap Penyakit Tidak Menular
Penanganan yang harus dilakukan dengan perencanaan dan pengaplikasian serta evaluasi terencana dan terukur. Salah satu alternative tindakannya adalah dengan menerapkan pembelajaran fungsional.
Setiap pembelajaran haruslah fungsional. Namun dalam kenyataannya, banyak pembelajaran yang materi ajarnya tidak menyentuh persoalan yang dihadapi oleh siswa, sehingga apa yang dibutuhkan siswa dengan apa yang diberikan oleh guru tidak sesuai.
Hal ini menjadikan pembelajaran tidak fungsional. Dengan pembelajaran tidak fungsional, membuat siswa menerima banyak teori yang tidak membantunya untuk menyelesaikan masalah.
Hal itu memicu siswa bermasalah akan kembali mengulang persoalan yang belum bisa diselesaikannya.