Topeng Kekeluargaan
Ilustrasi praktik nepotisme.-istimewa-
Oleh: Subandi MHum
NEPOTISME, sebuah praktik yang telah lama melingkupi struktur kekuasaan di berbagai institusi, mencuatkan isu-isu etika dan keadilan yang mendalam.
Sering kali, praktik ini merujuk pada pengangkatan atau pemberian keuntungan kepada individu berdasarkan hubungan personal, seperti keluarga atau teman dekat, alih-alih berdasarkan kualifikasi atau kinerja.
Namun, apakah ada faktor psikologis yang mendalam yang menjelaskan mengapa praktik ini bertahan, bahkan di tengah tuntutan untuk transparansi dan keadilan?
BACA JUGA:Ini 5 Aspek dan 12 Indikator Kerawanan Pilkada Serentak di Kota Cirebon
Nepotisme merupakan praktik di mana seseorang memberikan kesempatan atau keuntungan kepada anggota keluarga atau teman dekat berdasarkan hubungan pribadi daripada kualifikasi atau kompetensi, adalah fenomena yang meresap di berbagai sector kehidupan di Indonesia.
Untuk memahami mengapa dan bagaimana nepotisme bertahan dalam masyarakat, perspektif kesadaran palsu yang dikemukakan oleh Karl Marx memberikan wawasan yang mendalam.
Kesadaran palsu adalah kondisi di mana individu atau kelompok dalam masyarakat menginternalisasi nilai-nilai, kepercayaan, dan ideologi yang sebenarnya bertentangan dengan kepentingan mereka sendiri.
Melalui lensa ini, kita dapat melihat bagaimana ideologi yang mendukung nepotisme diproduksi, dipertahankan, dan dimanfaatkan oleh kelas penguasa untuk menjaga status quo dan mengekalkan ketidakadilan sosial.
BACA JUGA:Pastikan Demokrasi Berjalan Baik, Parpol Dapat Dana Hibah
Dalam budaya Indonesia, nilai-nilai kekeluargaan memiliki tempat yang sangat penting.
Solidaritas keluarga dianggap sebagai salah satu nilai tertinggi, dan memberikan dukungan serta bantuan kepada anggota keluarga adalah kewajiban moral yang tak tergoyahkan.
Ideologi ini diperkuat melalui berbagai institusi sosial seperti keluarga, sekolah, dan media massa, yang secara konsisten menekankan pentingnya hubungan kekeluargaan.
Dalam masyarakat yang sangat menghargai ikatan keluarga, praktik nepotisme sering kali dilihat sebagai perpanjangan alami dari nilai-nilai ini.