PPN 12%: Tarik-ulur Kebijakan dan Panggung Politik

PPN 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah.-istimewa-Istimewa

BACA JUGA:Tahun Baru, Mana yang Tepat: Membuat Resolusi atau Revolusi?

Masyarakat merespons kenaikan PPN berdasarkan bagaimana narasi politik disampaikan. Litbang Kompas (2023) melaporkan bahwa 45% masyarakat keberatan dengan kenaikan PPN, tetapi angka ini berkurang menjadi 30% setelah menerima penjelasan tentang alasan kebijakan tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi politik yang efektif dapat meredam resistensi publik. Namun, kurangnya transparansi dan komunikasi yang baik dari pemerintah maupun partai politik dapat memperburuk persepsi negatif.

Kenaikan PPN 12% bukan hanya isu ekonomi. Tetapi juga menjadi ajang kontestasi komunikasi politik. Partai politik memegang peran kunci dalam membangun narasi yang memengaruhi persepsi publik terhadap kebijakan ini.

Dengan strategi komunikasi yang tepat, partai politik dapat membantu masyarakat memahami urgensi kebijakan atau justru memanfaatkannya untuk tujuan politik tertentu. 

BACA JUGA:Anggota DPRD Meninggal Dunia

Oleh karena itu, partai politik perlu berperan sebagai agen edukasi publik. Transparansi, akuntabilitas, dan komunikasi berbasis fakta harus menjadi prinsip utama dalam narasi di bangun. Dengan cara ini, partai politik dapat menjembatani kepentingan rakyat dan pemerintah secara konstruktif. (*)

*Penulis adalah Pemerhati Komunikasi Politik dan Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Majalengka

Tag
Share