15 Desember 45, Pembuktian Ustadz Soedirman
Soedirman.-istimewa-
BACA JUGA:Target Rampung Akhir Desamber
Hal ini menimbulkan kemarahan di dada segenap lasykar-lasykar baik PETA, Hizbullah dan Sabilillah. Terjadilah pertempuran secara sporadis di sepanjang jalan itu tanpa terkoordinir secara baik dalam satu komando.
Magelang dan Ambarawa di zaman Belanda merupakan tangsi dan tempat latihan bagi tentara KNIL Belanda, karena letaknya amat strategis. Ada sebuah benteng terkenal yakni benteng Williem – 1 Banyubiru yang sepanjang tiga zaman terus dipergunakan sebagai markas tentara.
Pimpinan TKR menyadari betapa penting dan strategisnya kota Ambarawa. Jatuhnya Ambarawa ke tangan pasukan sekutu/Belanda dengan sendirinya dapat membahayakan kedudukan pertahanan seluruh Jawa bagian Tengah.
Pemuda Soedirman yang kala itu sudah terpilih sebagai panglima besar tapi belum dilantik secara resmi oleh presiden Soekarno kemudian membentuk sebuah markas pusat pertempuran (MPP) guna mengatur strategi dan pengerahan pasukan yang datang dari berbagai daerah agar terpadu, teratur laksana bangunan yang kokoh yang disusul pembagian sektor-sektor dengan rasio satu senjata api untuk lima orang secara bergilir.
BACA JUGA:Komitmen Turunkan Kasus HIV/AIDS
Komandan pertempuran saat itu dipegang oleh Letkol Isdiman, yang kemudian gugur diserang Cocor merah sekutu di gedung sekolah dasar desa Kalurahan pada 26 Nopember 45.
Pemuda Soedirman disamping memimpin markas pimpinan pertempuran (MPP), lalu terjun langsung ke front untuk memeriksa situasi guna menyusun strategi penggempuran. Kedatangan Pemuda Soedirman membangkitkan semangat dan mempertebal tekad kesatuan-kesatuan yang ada di sekitar Ambarawa. Soedirman mengkonsolidasikan, berkoordinasi serta menyusun taktik yang matang dengan terciptanya satu komando dengan menggunakan strategi “Supit Urang” yang sangat terkenal itu, yang diawali Sholat Subuh berjamaah di masing-masing sektor, lalu pukul 04.30 serentak menggempur.
Dalam waktu kurang setengah jam saja, pasukan Sekutu yang dipimpin Inggris berhasil dijepit dan hanya bisa memuntahkan peluru meriam Howitzer tanpa arah. Hari ke-empat, yakni 15 Desember 1945, pasukan TKR dan lasykar-lasykar Hizbullah dan Sabilillah berhasil membentuk gerakan menjepit seperti supit Udang. Pasukan sekutu dengan tergopoh-gopoh mencoba meloloskan diri menuju Semarang, tetapi di sepanjang perjalanan tetap di hajar tanpa ampun tidak sempat menyelamatkan harta dan teman-temanya yang mati mengenaskan ditangan Mujahidin Indonesia.
Pertempuran Ambarawa yang dipimpin pemuda Soedirman adalah suatu bukti pagelaran militer yang sangat teratur dari sebuah taktik pertempuran yang diterapkan dan diciptakan oleh pimpinan yang cakap dan trampil. Sekutu Inggris dan Belanda yang baru saja menang perang dunia II tidak menduga sama sekali hal itu.
BACA JUGA:Dongkrak Literasi Warga Lewat Gerakan Gemar Membaca di TBM
Kedahsyatan perang Ambarawa ini tercermin dari laporan pihak Inggris yang menulis: “ The battle of Ambarawa had been a fierce struggle between Indonesian troops and pemuda and, on the other hand, Indian soldiers, assisted by Japanese company ......” yang juga ditambahi kalimat , “ The British had bombed Ungaran intensively to open the road and strafed Ambarawa from air repeatedly.
Air raids too had taken place upon Solo and Yogya , to destroy the local radio stations , from where the fighting spirit was sustained .....”. Kemenangan besar pada 15 Desember 45 ini oleh keluarga besar TNI diperingati sebagai Hari Juang Kartika.
PAMUNGKAS
Proklamasi yang dikumandangkan pada hari Jum’at Legi pukul 10.00 tanggal 9 Ramadhan 1364 Hijriyah bertepatan dengan 17 Agustus 1945 ini akhirnya berbuah manis setelah melalui perjuangan panjang putra-putri Indonesia yang rela gugur sebagai syahid, pada tanggal 27 Desember 1949 pemerintah kerajaan Protestan Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia.