Tak Setuju Zonasi PPDB Dihapus
Ilustrasi PPDB.-istimewa-
BACA JUGA:Serang City tanpa Ampun
Ususlan tersebut saya sampaikan melalui tulisan berjudul Zakat Pendidikan yang dimuat pada koran daerah di Cirebon. Selain itu
disampaikan pula pada saat wawancara dengan RRI ketika meliput kegiatan PPDB di SMP Negeri 12 Kota Cirebon.
Usulan tersebut karena adanya kasus seorang siswa mendapat beasiswa bagi siswa miskin program Bagus dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Dalam data yang tertera pada kartu bagus siswa tersebut mestinya masuk SMP Negeri 5 Kota Cirebon. Namun entah mengapa, siswa tersebut malah masuk di SMP Negeri 12 Kota Cirebon. Padahal siswa tersebut berdomisili tidak jauh dari SMP Negeri 5 Kota Cirebon.
BACA JUGA:Absen Sebulan karena Cedera Hamstring
Maka saat itu saya mengusulkan kepada pemerintah dua hal. Pertama, pemerintah daerah baik kelurahan maupun kecamatan bertanggungjawab pada keberlangsungan pendidikan warganya.
Pemerintah setempat harus mampu berkoordinasi dengan sekolah-sekolah terdekat agar masyarakat sekitar mendapat prioritas masuk ke sekolah yang ada di sekitar wilayah domisili. Hal ini agar biaya pendidikan menjadi ringan, terutama untuk siswa miskin.
Kedua, setiap sekolah negeri harus menyediakan kuota minimal 10% untuk siswa miskin, terutama sekolah-sekolah yang berdekatan dengan domisili.
Munculnya beban 10% karena dinisbatkan pada zakat padi. Zakat padi bila menggunakan perairan berbayar, maka zakatnya 5 persen. Sementara zakat padi menggunakan air tanpa berbayar, maka zakatnya 10 persen.
BACA JUGA:Dua Petugas Meninggal bakal Dapat Santunan
Maka tulisan itupun berjudul Zakat Pendidikan. Ide tersebut selain karena ada kasus di atas, juga karena banyaknya sekolah yang tidak memberi porsi khusus pada siswa miskin sehingga banyak siswa miskin berkumpul di sekolah-sekolah pinggiran yang memiliki level tidak favorit.
Alhamdulilah, apa yang saya fikirkan, ternyata difikirkan juga oleh banyak orang sehingga muncullah program zonasi pada masa Mendiknas Muhadjir Effendy.
Dan Kota Cirebon sendiri pernah menerapkan keharusan setiap sekolah negeri untuk menerima siswa miskin 10 persen. Program kuota 10 persen siswa miskin dan zonasi PPDB ternyata memicu banyak persoalan.
Pada saat kuota 10 persen siswa miskin, banyak orang yang mendaftar dengan melampirkan keterangan miskin dari kelurahan.