Stunting Agraria

Ilustrasi ketimpangan agrarian.-istimewa-

BACA JUGA:Paslon Baher-Kasan Siap Beri Insentif Bagi Imam Masjid dan Musala

Pengadaan lahan untuk pembangunan industri-industri tersebut bukan hanya telah melanggar hukum agraria, tetapi juga telah memberi ruang yang besar kepada investasi asing. Walhasil, banyak sumber-sumber alam yang dikuasai asing saat itu.

Dalil pembangunan dalam pelaksanaan teknis pemerintahan orde baru hanyalah berbentuk birokratisme predatoris, yaitu para pemburu rente dari pejabat sipil dan militer yang memiliki otoritas untuk memberikan berbagai izin dan fasilitas kepada pengusaha.

Fasilitas tersebut setidaknya meliputi lisensi ekspor, impor, konsesi pertambangan, minyak, kehutanan, perkebunan, kredit bank bersubsidi, dan kontrak penyediaan konstruksi pemerintahan.

Suharto menempatkan Direktorat Jenderal Agraria di bawah Departemen Dalam Negeri yang dipimpin oleh seorang jenderal angkatan darat.

BACA JUGA:Partai Golkar Target Raih Suara 60 Persen Buat Paslon Eman-Dena

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang mengatur pendaftaran tanah dari desa ke desa dihentikan oleh Suharto.

Kemudian melalui UU Nomor 7 Tahun 1970 pengadilan Land Reform pun dibubarkan sehingga semua kasus perebutan kepemilikan tanah diserahkan ke Pengadilan Negeri.

Dapat dibayangkan, bagaimana Pengadilan Negeri menegakkan hukum di bawah kekuasaan totaliter orde baru.

Tidak berhenti disitu, melalui Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1980 telah memasukkan kebijakan redistribusi lahan secara keseluruhan ke dalam kendali birokrasi. Lengkap sudah upaya pembekuan UUPA. 

BACA JUGA:Ratusan Relawan Tempur Sajati Kawal Kemenangan Paslon Ridho-Kamdan di Pilkada Kuningan

Puji Astuti dalam jurnalnya menuturkan bahwa pemerintahan Suharto telah mengeluarkan banyak HGU kepada para pemodal untuk mengusahakan hutan atau perkebunan pada lahan yang sebenarnya telah dikuasai oleh masyarakat atas dasar aturan adat dan hak ulayat.

Lengsernya Suharto tahun 1998 telah mendorong banyak aktivis agraria bergerak untuk memasukkan agenda-agenda reforma agraria dan menegakkan UUPA ke dalam pemerintahan baru.

Namun, situasi politik pasca reformasi tidak stabil sampai pada kelengseran Gus Dur dari kursi Presiden. Megawati pun dalam meneruskan periode kepresidenan menolak mendirikan lembaga baru yang khusus menangani konflik agraria karena hawatir berbenturan dengan lembaga-lembaga yang sudah ada.

Pada kepemimpinan SBY, penyelesaian konflik agraria diserahkan kepada BPN. Melalui Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 pemerintah akan menjalankan reforma agraria.

Tag
Share