Stunting Agraria

Ilustrasi ketimpangan agrarian.-istimewa-

Oleh: Ibnu Abdillah* 

TEPAT pada tanggal 24 September 1960 Sukarno menandatangani UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Sampai saat ini UUPA belum dicabut dan masih berlaku. UUPA dikenal dengan regulasi yang menjamin fungsi-fungsi sosial atas hak tanah dan keadilan penguasaan tanah. Inilah titik tolak gerakan reforma agraria.

Pada pasal 1 ayat (2) ditegaskan bahwa seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia adalah karunia Tuhan yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional.

BACA JUGA:UNMA dan Unigal Tingkatkan Nilai Tambah Ekonomi Petani Bawang Putih Lokal di Majalengka

Dari penegasan tersebut, jelas sudah bahwa agraria bukan hanya soal tanah, tetapi juga soal air dan udara dalam teritorial Indonesia.

UUPA juga menghendaki hanya warga-negara Indonesia yang dapat berhubungan sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas tertentu.

Selanjutnya, UUPA pun mengatur bahwa setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan melarang cara-cara pemerasan.

Sungguh UUPA tidak mengizinkan perusahaan-perusahaan asing memiliki hak guna usaha. Sebelum UUPA lahir, ada hak erfpacht yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan asing dalam jangka waktu 75 tahun.

BACA JUGA:Tahun 2023, PT KAI Telah Tutup 107 Perlintasan Tanpa Palang Pintu

UUPA mengubah aturan tersebut menjadi hak guna usaha yang hanya diberikan untuk perusahaan dalam negeri dengan jangka waktu 20 tahun.

Sayangnya, UUPA mulai diringkus dan dimasukkan ke dalam lemari es sejak pemerintah otoriter orde baru berkuasa, yaitu tahun 1966. UUPA gagal tumbuh kembang sejak bayi.

Robison (1997) menyebut pemerintah otoriter orde baru di bawah Suharto menganut paradigma nasionalisme, populisme, birokratisme predatoris, dan liberalisme.

Nasionalisme ekonomi orde baru yang ditandai dengan berdirinya pertamina dan industri-industri hulu seperti petrokimia, produk besi, baja, semen, dan pupuk adalah nasionalisme semu.

Tag
Share