Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya Ikut Cegah Stunting Lewat Pengabdian Masyarakat

Program Studi DIII Kebidanan Cirebon Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya turut melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat untuk mencegah stunting bertempat di Aula UPT Puskesmas Sitopeng, beberapa waktu lalu.-dokumen -tangkapan layar

CIREBON- Tingginya angka kejadian stunting menjadi perhatian khusus bagi pemerintah.

Dalam upaya menekan angka stunting, pemerintah terus meluncurkan berbagai program, termasuk di Cirebon, melalui pembentukan Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari bidan, kader PKK, dan kader keluarga berencana. 

Program Studi D.III Kebidanan Cirebon Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya juga terlibat dalam kegiatan pengabdian masyarakat untuk mencegah stunting.

BACA JUGA:Pemerintah hanya Tinjau Saja, Tidak Ada Upaya, Warga Desa Gunungsari Khawatir Banjir Datang

Tim pengabdian masyarakat ini terdiri dari Bdn. Pepi Hapitria SST MPH, Neli Nurlina SST MPH, dan Rinela Padmawati SST MPH.

Perwakilan Tim Pengabdian Masyarakat Program Studi D.III Kebidanan Cirebon Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya, Bdn. Pepi Hapitria SST MPH, menjelaskan bahwa stunting pada hakikatnya mulai terjadi sejak proses kehamilan dan biasanya baru tampak setelah anak berusia dua tahun. 

Beberapa faktor penyebab stunting antara lain adalah kurangnya asupan gizi seimbang selama kehamilan dan setelah melahirkan, kurangnya akses ke pelayanan kesehatan, serta kurangnya akses air bersih dan sanitasi.

BACA JUGA:Koalisi Indramayu Maju Jemput Kemenangan Pasangan Baher-Kasan

Pemerintah telah meluncurkan berbagai intervensi, termasuk intervensi kesehatan selama 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu 270 hari masa kehamilan yang dilanjutkan dengan 730 hari hingga anak berusia 2 tahun. 

”Ini sesuai dengan intervensi spesifik pemerintah untuk menurunkan stunting, yang terfokus pada dua fase pertumbuhan: fase kehamilan dan fase setelah melahirkan, terutama pada bayi usia 0-24 bulan, karena di fase ini banyak faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian stunting,” paparnya.

Chaidir melanjutkan bahwa kasus stunting di Kota Cirebon telah mengalami penurunan yang signifikan. 

BACA JUGA:Penumpang Kereta Api Melonjak Drastis di Libur Panjang Maulid Nabi, Okupansi Mencapai 84,35 Persen

Pada tahun 2022, Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan bahwa penderita stunting mencapai 30,06%, namun pada tahun 2023 angka ini turun menjadi 17%. 

Meskipun telah terjadi penurunan yang signifikan, Pemerintah Kota Cirebon terus melakukan penanganan stunting. 

Tag
Share