Bumi Seni Tarikolot, Oase di Pangkuan Ciremai

Minggu 05 May 2024 - 17:52 WIB
Reporter : Bambang
Editor : Bambang

Dalam sebuah tayangan YouTube, bagaimana Kang Oeblet melakukan persiapan untuk even internasional. Hadir seratus lima puluh negara. Pelaku seni se-nusantara berkumpul. Kang Oeblet mengeksplor potensi dan membuat “harmoni”. Selain pengalaman, kita butuh pengetahuan dan kepekaan. 

Entah dia tahu saya punya latar belakang kerja di protokol, Kang Oeblet mencontohkan pengalaman pribadinya, salah satunya main musik saat jamuan kenegaraan di istana. Mulai Presiden Soeharto, SBY, atau Jokowi. Setiap kepala negara punya atensi berbeda. Bahkan, paspampres meminta memotong durasi, namun dengan argumen yang kuat bisa lanjut. 

Cara menabuh gamelan Bali, misalnya, dengan memeragakan cara mukul. Gamelan Bali tersebut siap ditabuh karena berada di teras bangunan pertama. Bukan dengan mengubah atau mengganti waditra, namun bagaimana cara memukul dan menambah di ujung alat (misalnya dengan karet) agar suara yang dihasilkan lebih lembut.

Sebuah upaya serius agar BST bisa jadi "sekolah budaya". Sebab dia bisa “mulang ka sarakan” melalui proses panjang. Bukan hanya mencari lokasi, yang berkali-kali dilakukan, namun melalui mimpi. Semua kanal yang dia miliki berfungsi baik. Ini investasi untuk masa depan bangsa. 

BACA JUGA:Danlanal Cirebon Yasinan dan Santuni Anak Yatim Piatu

Memang tidak populis, namun harus dilakukan. Dan bisa dilihat (dan dirasakan) tidak hari ini. Ada dua anak didiknya yang kini jadi menteri. Dia mencontohkan, dua tiga tahun lalu ada yang latihan musik dan menari. Semua digratiskan. Namun guru-guru tetap dibayar Kang Oeblet. Hanya "tarèkah" tersebut tidak pas. Mungkin karena gratis, menganggap “èntèng”, “murahan”, jadi latihannya ogah-ogahan.

Entah berapa ratus atau ribu koleksi buku Kang Oeblet. Saya ingin membacanya dengan tuntas. Sayang masih di-“dus”-an. Saat ini sengaja disimpan di lotèng. Sebab rak-rak atau lemari buku masih dalam proses. Dia ingin membangun perpustakaan. Selain bacaan fisik, mungkin bisa ditambah "digital". Misalnya dia memiliki referensi lengkap tentang almarhumah Ibu Tien Soeharto. Keluarga Cendana meminta dia membuat pementasan untuk mengenang almarhum. 

Dia butuh hitungan bulan buat survei. Dari beragam informasi dia memilih yang "aman". Sebab sangat mudah muncul konflik kepentingan jika kita tidak bijak memilih. Ada cerita “pikagugueun” Kang Oeblet ketika melakukan gladi untuk pementasan di The Carnival of Cadiz di Spanyol yang dilaksanakan di sebuah hotel berbintang di Kuningan. Setelah selesai latihan, Kang Oeblet izin pulang. 

Pemilik hotel, yang turut men-“support” kegiatan, juga pituin Kuningan, tentu merasa kaget. Seingat dia, Kang Oeblet itu orang Betawi. Seperempat abad lebih "ngumbara" di ibukota. Maka saat menyebutkan sebuah desa, sang pemilik hotel kaget, dan “mengurangi bicara”. 

BACA JUGA:Masuki Musim Kemarau, BPBD Ingatkan Potensi Kebakaran

Usut punya usut, ternyata,  pernah mengalami trauma. Sambil bercanda, Kang Oeblet bilang, tempat kelahiran dia (dulu) memang dikenal sebagai "daerah beling".

Pembicaraan mengalir ke mana-mana. Maklum kangen. Perjumpaan di luar hanya sekilas-sekilas. Masalah politik yang -- menurut Kang Oeblet -- masih ada yang belum dewasa. Dia sering bertemu dengan tokoh-tokoh nasional. Dia mendengar langsung apa yang mereka bicarakan. Meskipun berbeda, toh tidak harus “bersitegang”. Mereka, istilah Kang Oeblet, nampak rukun. 

Namun, praktiknya, di level bawah terasa riuh dan panas. Bahkan bisa terjadi konflik keluarga dan tetangga jika pilihan mereka berbeda. Sebelum saya tanya, apakah dia akan berkegiatan di politik, Kang Oeblet menjawab sangat lugas, “Saya akan tetap berkhidmat di kebudayaan.”

Memang,  “sapusan-sapisan”, saya menyerahkan buku “Catatan Perjalanan Seorang Birokrat”, dan disuguhi kopi kelas wahid racikan tuan rumah, dengan terpaksa memotong pembicaraan yang -- seperti mesin diesel -- makin lama makin mengasyikkan. Kang Oeblet, ditemani seniman seba bisa Kang Asep Dheny, untuk sementara saya berpamitan. 

BACA JUGA:BPK Penabur Cirebon Gelar Spectacular 3

Dalam berkebudayaan kita butuh konsep yang jelas, sikap konsisten, membangun relasi, dan mesti meyakini (kata sakti) “ikhlas”. Sebab Kang Yusup Oeblet dan Kang Asep Dheny – nama kedua dijuluki Presiden Sandal Jepit sudah mengalami pasang surut. Siapa bertahan dia akan jadi “pemenang”. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait