Oleh: Asep Budi Setiawan*
SEBAGAI bukti ini kali pertama saya ke Bumi Seni Tarikolot (BST), yang berada di Desa Sukamukti, Kecamatan Jalaksana, Kuningan arah kendaraan hampir menyentuh ujung timur Ciremai.
Makin lama makin menyempit dan aspal mulai menipis. Untung masih ada tempat parkir. Saya balik kanan. Siang Jumat kemarin saya memenuhi dahaga, yang sudah lama dipendam, bertemu dengan sang pemilik “padepokan” dengan luas area sekira tiga hektar, dan yang terbangun hanya satu persen.
Yusup Oeblet, seniman kelas dunia tersebut, ingin tempatnya tetap alami, natural, sehingga imej sebagai "museum alam" tetap terjaga. Sudah banyak yang "ngaririhan", ingin membeli tanah yang ditata sejak 2016, berapa pun harga yang ditawarkan.
BACA JUGA:Banyak Masyarakat yang Menunggak PBB
Ini termasuk bestie Kang Oeblet dari timur tengah “membidik” bangunan masjid dan tempat latihan yang berada nun di bawah (saya melihatnya seperti lokasi syuting film eksotis).
Namun mendapatkan tempat dengan batas dinding bukit wilayah Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), kebun, dan sawah, serta jauh dari pemukiman itu “sesuatu”.
Bayangkan selama lima tahun tanpa penerangan (listrik). Benar-benar alami. Sepi dari keriuhan. Sinyal HP pun tidak sampai. Baru sekarang Kang Oeblet membuat turbin yang dikerjakan petani dari Maja, dan bisa menerangi beberapa bangunan. Sedangkan turbin yang dibuat ahli dari Jerman, sahabatnya, tidak berfungsi, kini digunakan sebagai pemanis (seperti kincir angin).
Sore belum turun. Udara terasa lembab. Suara “tonggeret” seperti musik medley. Pohon-pohon merambat. Paling menonjol tanaman jabon, sedangkan “tangkal” buah-buahan (kendati beragam) terlupakan (maksudnya tidak “euyeub”). Sebelum “guneman”, saya diajak “tour” dulu. Ada beberapa spot menarik. Sungai mengalir. Air jernih, ikan-ikan dan engkang berlarian. Air sehat, bisa diminum langsung, bahkan penyanyi Iwan Fals, beberapa waktu lalu, sempat “ngojay” menikmati kesegaran air Ciremai.
BACA JUGA:Penguatan Karakter dan Kesempatan Belajar
Ada tungku bersejarah, tempat "bersemadi", merenung (sangat cocok untuk memikirkan ide-ide brilian) di keheningan. Ini menjadi favorit Mas Sujiwo Tejo. Beberapa malam menginap di salah satu “saung” (vila). Memang, yang sudah berkunjung bukan hanya seniman, budayawan, pengusaha, namun tokoh-tokoh penting sudah ke sini.
Dua even keren, sudah dilaksanakan di BST, yaitu festival tungku tingkat Jawa Barat (saya melihat tungku-tungku/hawu masih utuh) dan pementasan orkestra dengan tajuk “Rhythm of the Forest” (diliput media nasional).
Kang Oublet, bagi saya, contoh nyata seorang profesional. Apa pun bidang yang kita tekuni jika dijalani dengan total hasilnya bisa spektakuler. Saat mau merancang pementasan opera, atau orkestra, atau musik latar, minimal satu bulan melakukan survei.
Saat kontestasi pilpres kemarin, dengan tidak berafiliasi pada partai tertentu, dia merancang “panggung” kampanye akbar. Kendati berproses kreatif di dua kubu berbeda, dia dan kru, bisa menempatkan diri dengan baik. Murid kesayangan Mas Nano (N. Riantiarno) ini, kendati sudah direncanakan dengan baik mengundang sang guru ke BST, pendiri Teater Koma tersebut keburu berpulang.
BACA JUGA:Gaji Ke-13 Cair Juni atau Juli