Pemecatan Kontroversial di Google: Isu Konflik Israel-Palestina

Minggu 21 Apr 2024 - 19:46 WIB
Reporter : Deden F
Editor : Deden F

Google menghadapi gelombang kontroversi setelah memecat 28 pegawainya yang terlibat dalam aksi protes selama 10 jam di dua kantor perusahaan di California dan Kota New York. Aksi tersebut merupakan bagian dari gerakan No Tech For Apartheid yang menentang proyek penyimpanan awan senilai 1,2 miliar dolar dengan Israel. Protes ini dilakukan dalam upaya menyoroti hubungan perusahaan dengan Israel dan Proyek Nimbus yang dituduh terlibat dalam genosida terhadap Palestina.

Pada Rabu (17/4), Google mengumumkan pemecatan 28 pegawainya yang dituduh ikut serta dalam aksi tersebut. Melalui unggahan di X oleh No Tech For Apartheid, menyebut bahwa Google memecat lebih dari dua lusin pekerja, termasuk mereka yang tidak berpartisipasi langsung dalam protes bersejarah tersebut. 

Chris Rackow, kepala keamanan global Google, menyampaikan kebijakan nol toleransi perusahaan terhadap perilaku pengunjuk rasa dalam memo yang disebarluaskan melalui media sosial. Rackow menegaskan bahwa perilaku seperti itu tidak diterima di lingkungan kerja Google dan bahwa mereka tidak akan membiarkannya.

Pihak Google juga menyatakan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan, mereka memutuskan hubungan kerja dengan 28 karyawan yang terlibat dalam aksi protes tersebut. Google menyatakan bahwa mereka akan terus menyelidiki dan mengambil tindakan sesuai kebutuhan di masa mendatang. 

BACA JUGA:Pos Kesehatan Dinkes Tangani Ratusan Pemudik Korban Laka Lantas dan Ratusan Pemudik Alami Gangguan Kesehatan

Reaksi atas pemecatan ini datang dari No Tech For Apartheid yang mengutuk langkah tersebut sebagai tindakan pembalasan yang mencolok. Kelompok tersebut menyebut pemecatan ini sebagai prioritas kontrak senilai 1,2 miliar dolar dengan pemerintah dan militer Israel dibandingkan dengan kepentingan pekerjanya sendiri.

"Tindakan pembalasan yang mencolok ini adalah indikasi nyata bahwa Google lebih menghargai kontrak senilai 1,2 miliar dolar dengan pemerintah dan militer Israel yang melakukan genosida dibandingkan pekerjanya sendiri,” kata kelompok tersebut.

Keputusan pemecatan ini menimbulkan gelombang kontroversi di dalam dan di luar perusahaan, terutama mengingat polisi telah menahan sembilan karyawan selama protes duduk di Sunnyvale, California, dan sebuah kantor di New York. Selain itu, Proyek Nimbus sendiri menjadi pusat perhatian karena melibatkan kontrak senilai 1,2 miliar dolar antara Israel, Google, dan Amazon. 

Proyek ini mencakup sistem awan dan pembelajaran mesin yang memungkinkan penyimpanan data, pengumpulan, analisis, identifikasi motif, dan prediksi potensi data. Kontrak ini ditandatangani pada April 2021, memungkinkan Israel untuk membangun pusat server penyimpanan awan lokal yang memungkinkan pengumpulan sumber data dari berbagai sumber, termasuk militer dan observasi langsung.

BACA JUGA:Krisis Gaza: Serangan Israel dan Dampaknya Terhadap Warga Palestina

Namun, proyek ini dipersoalkan karena dituduh membantu Israel dalam sistem penindasan, dominasi, dan segregasi terhadap rakyat Palestina, mirip dengan apartheid. Kritikus menyoroti bahwa sistem ini dapat memungkinkan Israel untuk memanfaatkan sumber daya dan teknologi guna melanjutkan penindasan terhadap Palestina. 

Kontroversi seputar Proyek Nimbus semakin memperdalam konflik dan ketegangan terkait isu Israel-Palestina, menjadikan pemecatan di Google sebagai bagian dari narasi yang lebih luas. Situasinya mendapat sorotan intens, dan pembahasan terkait isu kontrak senilai miliaran dolar dengan pemerintah Israel menjadi perhatian kritis bagi pengamat global dan masyarakat luas. (ant/jpnn) 

Kategori :

Terkini

Senin 23 Dec 2024 - 20:48 WIB

Pastikan Natal Aman-Kondusif

Senin 23 Dec 2024 - 20:47 WIB

Korupsi Rp300 Triliun, Vonis Ringan

Senin 23 Dec 2024 - 20:43 WIB

Gerindra Tegaskan Tidak Menyerang PDIP

Senin 23 Dec 2024 - 20:19 WIB

BNSP Meluncurkan LSP P3 di Cirebon