Kaitan Etika dan Iman

Senin 04 Mar 2024 - 17:50 WIB
Reporter : Bambang
Editor : Bambang

Efek buruk dari fenomena lost ofa adab adalah terjadinya kebingungan dan kekeliruan persepsi mengenai ilmu pengetahuan, hasil akhirnya ditandai dengan lahirnya pemimpin yang bukan saja tidak layak memimpin umat melainkan juga tidak memiliki akhlak luhur dan kapasitas intelektual dan spiritual memadai. 

Sehingga mengakibatkan kerusakan dalam berbagai dimensi kehidupan, mulai dari kerusakan dalam skala individu, keluarga, masyarakat, bangsa, hingga negara, (Al-Attas, 1980).

Tauhid mewajibkan adanya iman, barangsiapa tidak beriman, pasti ia tidak bertauhid, dan iman mewajibkan syariat, maka barangsiapa yang tidak ada syariat padanya ia pasti tidak memiliki iman dan tidak pula bertauhid. Dan syariat mewajibkan adanya adab, maka barangsiapa yang tidak beradab pada dasasrnya tiada syariat tiada iman, dan tiada tauhid padanya.

Pentingnya ilmu dan adab dalam tradisi keilmuan Islam, menurut Ahmad Alim, telah mendorong perhatian para ulama untuk melahirkan karya-karya unggulan tentang konsep ilmu dan adab, dengan kajian mendalam dan komprehensif, (Adian Husaini, dkk: 2014. 191).

BACA JUGA:Baru Sebulan, Pelayanan SIM di MPP Dinilai Efektif

Menurut Aidh Al-Qarni, dakwah Nabi Muhammad mencakup tiga unsur utama, berdasarkan Firman Allah (Al-Jumu’ah[62]: 2), ‘Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka untuk membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka [yuzakkīhim], mengajarkan mereka al-Qur’an [wa yu’allimuhum al-kitāb], dan as-Sunnah [wa al-hikmah]. Dan sebelum itu, mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.’

Berdasarkan petunjuk ini, maka tugas utama Rasulullah adalah tablīgh, atau menyampaikan dakwah, tazkiyah atau menyucikan jiwa, dan ta’līm.

Makna sesungguhnya tazkiyah adalah mendidik jiwa untuk menegakkan syariat Islam, menaati segenap perintah agama serta menjauhi larangan-larangan syariat serta berakhlak dengan akhlak mulia, serta memiliki adab yang tinggi.

Nabi melaksanakan tugas tazkiyah dan tarbiyah kepada para sahabatnya mendidik mereka dengan adab yang luhur. Sehingga para sahabat dapat berubah 180 derajat, dari sikap kasar dan beringas menjadi lemah lembut dan penyayang, lapang dada dan bersikap lunak.

BACA JUGA:Pelunasan Biaya Haji Tahap II Dibuka, Pendamping Lansia Harus Ada Rekomendasi Dokter

Dari para sahabat umat ini kita belajar atas kegigihan dan semangat mereka menyebarkan agama Islam, mereka adalah orang yang pertama memiliki semangat dan tekad baja untuk mengajarkan adab sebelum ilmu.

Para sahabat Nabi adalah mereka yang sangat bersemangat untuk mengajarkan adab sebelum ilmu kepada murid-muridnya dari kalangan tābi'īn dan mengarahkan pada mereka agar menjaga pusaka berharga dalam agama dan memang perlu dijaga, khususnya bagi para penuntut ilmu berupa adab baik terhadap diri sendiri, keluarga, guru, teman, dan masyarakat di mana pun berada.

Demikianlah posisi adab dalam Islam dan sekaligus dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka seharusnya segenap tujuan pendidikan, program, proses hingga evaluasi tidak boleh terlepas dari adab yang terintegrasi dengan ilmu, iman dan amal, demikian pula dalam ranah ekonomi dan politik harus berlandaskan nilai-nilai adab, termasuk adab kepada lingkungan sekitar.

Semestinya, para pemimpin dan calon pemimpin, presiden dan calon presiden, wakil dan calon wakil presiden harus menjadi contoh nyata dalam meangaplikasikan terminologi adab yang sarat dengan ilmu, iman, dan amal agar masyarakat Indonesia lebih mudah menemukan panutan dalam bernegara. (*)

 

Penulis adalah Dosen UNU

Tags :
Kategori :

Terkait