Oleh: Endang Kurnia*
PROBLEMATIKA dalam memandang ilmu masih menjadi bagian dari masalah mendasar yang sedang menimpa umat Islam.
Perdebatan penggunaan istilah-istilah mendasar sebagai kata kunci masih sering membingungkan, mulai dari pelajar pemula, akademisi, hingga para ulama dan ahli sering kebingungan dalam menggunakan terminologi ‘ilmu, sains, dan filsafat’.
Agar dapat memahami perbedaan antara ilmu, sains, dan filsafat maka pada bagian ini saya mencoba menguraikan contoh keterkaitan ketiga kata kunci yang sering membingunkan kita.
Dimulai dengan mengoreksi makna kata “ilmu” yang berasal dari bahasa Arab, diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBB) sebagai “pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang [pengetahuan] itu; pengetahuan atau kepandaian [tentang soal duniawi, akhirat, lahir, batin, dan sebagainya].
BACA JUGA:5 Hari Target Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Suara Selesai
Dari dua definisi itu, yang pertama menunjukkan bahwa ilmu artinya sains, defenisi kedua lebih membingungkan karena sangat umum, sebab mencakup segenap ilmu pengetahuan dari dunia hingga akhirat, semua yang diketahui manusia dari lahir hingga liang kubur.
Sebenarnya, jika ingin lebih sederhana kata “ilmu” tidak perlu diartikan sebagaimana dalam KBBI, cukup dipahami bahwa ilmu adalah ilmu syar’i yang bersumber dari wahyu dan menjadi dasar dalam beragama. Itulah ilmu yang dimaksud ilmu.
Dari fakta-fakta tersebut muncul logika yang bisa menjelaskan fenomena tersebut secara logis, karena logis itulah sehingga disebut sains.
Dalam bentuknya yang baku sains memiliki paradigma dan metode tertentu, dikenal dengan scientific paradigm, metodenya disebut scientific method. Yang dimaksud dengan paradigma sains adalah cara pandang sains dan yang dimaksud dengan metode sains adalah metode yang mengandalkan logika dan bukti empiris.
BACA JUGA:Akibat Kisruh Pengurus KONI, Agenda Olahraga Tingkat Daerah dan Nasional Bisa Terhambat
Metode sains mengatakan, ‘bila benar, buktikan bahwa logis serta tunjukkan bukti empirisnya’ (Ahmad Tafsir, 2013: 9). Terdapat lagi lanjutan pengetahuan sains, yaitu pengetahuan jenis kedua yang akan kita sebut sebagai filsafat.
Mari kita mulai dengan kembali pada cerita ‘pohon durian’.
Biji atau bibit durian jika ditanam, lalu tumbuh juga akan berbuah durian, ini adalah pengetahuan sains. Hukum itu tidak dapat dilihat, tidak empiris, namun akal yakin bahwa hukum itu ada. Nah, pengetahuan ini yang disebut sebagai filsafat, kebenarannya hanya dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Walaupun sains dan filsafat sering sekali kerjar-mengejar, sebab kemarin ‘teori gen durian’ masih disebut filsafat sebab belum bisa dibuktikan secara faktual, masih tersimpan dalam pikiran.