Dramaturgi dan Pencitraan Politisi di Panggung Politik Pilwalkot Cirebon

Minggu 10 Nov 2024 - 18:09 WIB
Reporter : Bambang
Editor : Bambang

Sedangkan Efendi Edo “menampilkan” baju warna putih dan biasanya menjadi simbol untuk bersikap bersih dan berbuat lebih baik untuk publik serta menggunakan peci “khas” pejabat Indonesia.

Penampilan tersebut pada akhirnya dipilih setelah beberapa minggu setelah ditetapkan oleh KPU. Sebelumnya Effendi Edo menampilkan “busana” yang lebih santai dibeberapa baligonya, dengan menggunakan jaket kulit. 

BACA JUGA:Layani Pengobatan dan Pemeriksaan Kesehatan, NU Luncurkan Klinik Umah Sehat

Sedangkan Dani Mardani tampil lebih “modis” dengan menggunakan jaket jeans khas anak muda dipadukan dengan peci hitam dan mulai konsisten digunakan pada baligo “formal” tim pemenangan dan menjadi identitas ketika saat melakukan kampanye dan turun mengunjungi masyarakat. 

Pakaian yang digunakan oleh pemakainya adalah dalam usaha mengendalikan pesan kepada orang yang melihatnya diharapkan akan menimbulkan kesan (impression) pada pihak yang melihatnya. Kajian ini memperjelas bagaimana metaphor teater dalam kehidupan sosial.

Berdasarkan pendapat tersebut, menjelaskan bahwa cara para calon Wali Kota  Cirebon berperilaku dan bertutur kata dalam interaksinya sebagai unit dasar, menggunakan atribut dan tim untuk mendukung panggungnya, dengan ekspresif dan membentuk kharisma sementara agar situasi sosial menjadi contaminated olehnya. Seakan-akan kesan sebenarnya yang menjadi asli dari individu itu ditanggalkan demi mempengaruhi lingkungan sekitar dengan stigma yang diciptakan. 

Saya berpendapat bahwa politisi sebagai aktor dituntut untuk selalu profesional di depan khalayak. Bahkan hampir semua politisi mencoba membuat tembok tinggi dengan masyarakat, tembok (batasan yang menjadi pemisah antara panggung depan dan panggung belakang, di mana politisi tidak berkenan memperlihatkan keseharian atau karakter yang sesungguhnya. 

BACA JUGA:Optimis Satu Juta Kunjungan Wisatawan Tercapai, Bulan November Baru 51 Persen

Politikus pandai menyimpan isi pikirannya dan membungkusnya dengan ungkapan yang jauh berbeda, bahkan bertolak belakang dengan isi pikirannya. Kondisi tersebut dilakukan untuk membentuk citra positif di masyarakat.

Dengan demikian, impression management dan politik pencitraan yang dilakukan oleh para calon Wali Kota Cirebon tidak hanya merupakan upaya strategis untuk memenangkan suara, tetapi juga untuk membangun hubungan emosional dengan masyarakat. 

Komunikasi politik yang digunakan oleh para calon Kepala Daerah, memainkan peran penting dalam menciptakan citra positif di mata masyarakat.

Meskipun pada sisi yang lain menurut Nimmo (1989) menyatakan bahwa: "Kebanyakan politisi mendapat kesulitan besar untuk bisa dikenal bahkan untuk mempunyai citra." 

BACA JUGA: Ribuan Petani Kabupaten Cirebon Mundur dari Program Asuransi Usaha Tani Padi

Mungkin karena itu pulalah, berbagai upaya dilakukan politisi untuk memperoleh citra positif tetapi dengan dan atau tanpa disadari menggiringnya ke arah pembentukan citra yang justru negatif. Sebenarnya politik pencitraan bukan hal yang tabu untuk dilakukan. Ibarat pedang bermata dua, politik pencitraan bisa berdampak positif juga negatif. 

Sebenarnya pencitraan ini juga diperlukan dan tujuannya juga tidak sepenuhnya buruk. Karena kembali lagi dengan menunjukkan segala sikap secara langsung, masyarakat bisa lebih merasakan atensi para politisi tersebut dan juga bisa menilai sejauh mana mereka bisa melakukan tugas dan tanggung jawabnya.

Keseharian politisi atau aktor adalah hidup dari panggung drama ke panggung drama lainnya, aktor politik senantiasa dituntut untuk hadir dipanggung depan (front stage), di mana wilayah tersebut adalah peran formalnya. 

Tags :
Kategori :

Terkait