Dramaturgi dan Pencitraan Politisi di Panggung Politik Pilwalkot Cirebon

Minggu 10 Nov 2024 - 18:09 WIB
Reporter : Bambang
Editor : Bambang

Oleh: Anton “Sulle” Sulaiman*

“TAPI kudapat melangkah pergi bila kau tipu aku disini kudapat melangkah pergi kudapat itu, Tapi buka dulu topengmu, buka dulu topen mu, biar kulihat warnamu kan kulihat warnamu”

Sepenggal bait tersebut merupakan lagu dari Peterpan yang dirilis tahun 2003 dan filosofi lagu “Topeng” dari Noah (dulu Peterpan) adalah untuk tidak hidup bermuka dua atau munafik.

Lagu ini juga bisa dimaknai sebagai pesan untuk bersikap apa adanya, tulus, dan terbuka. 

BACA JUGA:Partai Ummat Deklarasikan Dukungan, Yakin ASIH Mampu Wujudkan Jabar Adil dan Makmur

Melalui lagu “Topeng” ini Noah berpesan agar kita dapat membiasakan diri untuk jujur. Karena dengan jujur, kita bisa memperoleh kebenaran yang berujung pada kebahagiaan.

Mungkin sedikit relate dengan kondisi perpolitikan di Indonesia, di mana politisi sangat “intim” dan terkesan pro rakyat saat mencalonkan diri, namun tak banyak juga yang “berkhianat” pada rakyat ketika terpillih.

Mengacu pada pendapat Prof Dedy Mulyana bahwa: komunikasi politik di Indonesia lebih cocok kalau dikonseptualisasikan sebagai komunikasi politik yang dinamis, mudah berubah, rumit, dan bahkan sulit diramalkan.

Apalagi komunikasi politik di Indonesia bernuansa konteks-tinggi: lebih banyak pesan- pesannya yang tersirat daripada yang tersurat, termasuk pesan melalui bahasa tubuh, busana, dan diam. 

BACA JUGA:Wacana Kembali Diberlakukannya Sistem Ranking di Sekolah, Ini Tanggapan Wamendikdasmen

Adanya hubungan yang signifikan antara komunikasi dalam pencapaian sasaran-sasaran politik, juga diakui oleh Graber (1981). Sebagian besar aktivitas politik adalah permainan kata-kata. 

Politisi berhasil meraih kekuasaan karena keberhasilannya berbicara secara persuasif kepada para pemilih dan kepada elite politik. Selain itu juga bergantung kepada efektivitas komunikasi dalam menjalankan kegiatan sehari-hari.

Graber menambahkan bahwa ketika kita menjelaskan bahasa politik (bahasa yang digunakan dalam konteks politik) dan apa yang membuat bahasa verbal maupun nonverbal menjadi politis bukanlah karena dibentuk atau kosa kata, melainkan karena subtansi informasi yang dihadirkan, setting di mana informasi disebarkan maupun karena fungsi yang dijalankan”.

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) adalah arena politik dan menjadi panggung bagi calon yang memperebutkan kekuasaan untuk memimpin.

BACA JUGA:PSSI Jamin Keamanan Suporter Jepang dan Arab Saudi di Stadion GBK

Tags :
Kategori :

Terkait