CIREBON - Para terpidana kasus Vina Cirebon tak kuasa menahan tangis saat memberikan kesaksian dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) yang berlangsung di Pengadilan Negeri Cirebon. Sidang lanjutan tersebut digelar pada Rabu, 11 September 2024, di mana para terpidana memberikan keterangan di hadapan majelis hakim.
Dalam kesaksian yang diberikan, para terpidana mengenang momen-momen tak menyenangkan dari delapan tahun lalu. Mereka menceritakan bagaimana oknum polisi menyiksa mereka saat menjalani pemeriksaan terkait kasus kematian Vina dan Eki pada tahun 2016.
Mereka mengaku mengalami penyiksaan fisik dan dipaksa untuk mengakui kejahatan yang tidak mereka lakukan, yaitu pembunuhan dan pemerkosaan, serta dipaksa menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di bawah tekanan. Penyiksaan yang mereka alami meliputi dipukul, ditendang, disetrum, hingga ditembak dengan peluru karet.
Lebih lanjut, mereka juga mengungkapkan bahwa bagian tubuh mereka, seperti telinga dan wajah, distaples oleh oknum polisi. Saat memberikan keterangan, beberapa terpidana menangis mengenang penderitaan yang mereka alami.
BACA JUGA:Baznas Resmikan Rutilahu Percontohan di Gegesik
Hadi, salah satu terpidana, menjadi yang pertama memberikan kesaksian. Dia menceritakan aktivitasnya pada malam kejadian, 27 Agustus 2016, serta penyiksaan yang ia alami selama pemeriksaan di Polres Cirebon Kota. Saat mengisahkan pengalamannya, Hadi tak kuasa menahan tangis, menciptakan suasana haru di ruang sidang, bahkan membuat bibinya, Suteni, yang hadir di persidangan, ikut menangis.
"Di Polres Cirebon Kota, saya dipukuli, diinjak, dan dipukul oleh banyak orang dengan tangan, kaki, dan benda apa saja yang ada di situ," ungkap Hadi. "Kemudian saya dibawa ke ruang kosong, disuruh jongkok, dan dipukuli lagi sampai muntah darah dari mulut dan hidung."
Hadi juga menjelaskan bahwa selama di tahanan, dia dipukul di tangan dengan penggaris besi dan kepala dipukul dengan gembok, hingga mengalami luka parah. "Bukan hanya berdarah, kepala saya bocor. Luka-luka kami tidak diobati, malah ditaburi bubuk kopi. Ketika ada yang minta minum, air yang diberikan ternyata air kencing," lanjut Hadi di depan majelis hakim.
Senada dengan Hadi, Rivaldi Aditya Wardana, terpidana lainnya, juga menceritakan perlakuan kasar yang ia terima di Polres Cirebon Kota. "Saya dipaksa tanda tangan, tapi tetap menolak. Karena saya menolak, polisi menyiksa saya, dan telinga serta pelipis saya distaples. Staples itu baru bisa dilepas saat kami sudah dipindahkan ke Polda Jabar," ujarnya.
Rivaldi juga mengaku ditembak dengan peluru karet oleh oknum polisi saat dipaksa menandatangani BAP.
Salah satu tim kuasa hukum terpidana, Jan S. Hutabarat, mengatakan setelah persidangan bahwa kesaksian para terpidana ini merupakan kunci penting untuk mengungkap fakta baru terkait peristiwa yang terjadi delapan tahun lalu.
"Masih ada sebelas saksi lain yang dijadwalkan memberikan kesaksian dalam sidang-sidang berikutnya. Diharapkan mereka bisa memberikan keterangan penting tentang keberadaan para terpidana pada malam kejadian," jelasnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena upaya hukum yang diajukan oleh para terpidana bertujuan untuk membuktikan bahwa mereka tidak bersalah dalam kasus kematian Vina dan Eki.