Kegiatan Pengabdian Masyarakat Upaya Cegah Pernikahan Dini Melalui Pemberdayaan Peran Teman Sebaya
-istimewa-
Oleh: Diyah Sri Yuhandini, S.SiT, SKM, MPd,
Usia ideal untuk melakukan perkawinan menurut BKKBN adalah minimal 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.
Batasan usia ini dianggap sudah siap baik dipandang dari sisi kesehatan maupun perkembangan emosional untuk menghadapi kehidupan berkeluarga.
Namun pada kenyataannya masih ada masyarakat yang melakukan pernikahan pada usia dini dibawah 21 tahun khususnya perempuan.
BACA JUGA:KPK Tak Akan Tunda Pengusutan Dugaan Korupsi yang Melibatkan Calon Kepala Daerah
Berdasarkan Laporan Kepenghuluan KUA Kecamatan di Harjamukti Kota Cirebon, didapatkan data perempuan yang menikah dibawah usia 21 tahun mengalami peningkatan dari tahun 2020, 2021 dan 2022, dan angka stunting pada tahun 2022 menurut sumber ePPGBM Kota Cirebon di Kelurahan Argasunya Kecamatan Harjamukti juga masih cukup tinggi.
Dampak perkawinan/pernikahan dini menurut Direktorat Bina Ketahanan Remaja, salah satunya adalah dampak Kesehatan yaitu Memiliki kecenderungan yang tinggi untuk melahirkan anak yang stunting, dimana makin muda usia ibu saat melahirkan, makin besar kemungkinannya untuk melahirkan anak yang stunting.
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Seiring dengan perubahan fisik dimulai juga proses perkembangan psikologisnya. Remaja secara kematangan organ reproduksi sebagian sudah bisa berfungsi dan bereproduksi, namun secara sosial, mental dan emosi mereka belum dewasa.
Mereka akan banyak mengalami masalah apabila pendidikan dan pengarahan seksualitas dan reproduksi mereka terabaikan.
BACA JUGA:Dani Canangkan Akselerasi Pembangunan di Argasunya
Kurangnya pengetahuan remaja mengenai pernikahan dini memberikan risiko 2,3 kali lebih besar untuk melakukan pernikahan pada usia dibawah 20 tahun dibandingkan remaja yang memiliki pengetahuan baik. Faktor lain dalam penyebab pernikahan usia dini yaitu peran teman sebaya.
Sebagian besar remaja lebih senang untuk berinteraksi dan berbagi cerita dengan teman sebayanya. Teman sebaya masih menjadi pihak yang nyaman bagi remaja untuk berdiskusi terkait kesehatan reproduksi yang dialaminya, namun dapat juga mempengaruhi individu, sehingga mereka merasakan tekanan untuk berperilaku sesuai dengan teman sebayanya. Dalam penelitian Pradipta, Wahyuni & Sumarti. Teman sebaya menjadi agen dalam praktik pernikahan remaja perempuan.
Berbagai Upaya Pembinaan Ketahanan Remaja yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan dan kesehatan reproduksi serta penyiapan kehidupan berkeluarga.
Pembinaan Ketahanan Remaja dilaksanakan melalui pendekatan langsung kepada remaja. Pembinaan Ketahanan Remaja dilaksanakan melalui pendekatan langsung kepada remaja. Pendekatan kepada remaja dapat dilaksanakan dengan mencetak Pendidik Sebaya (Peer Group) yang ditempatkan di jalur pendidikan salah satunya di sekolah.