Lepas Landas atau Terhempas di Landasan?
BACA JUGA:IPB Cirebon Gelar Seminar Internasional
Sektor publik pada akhirnya memainkan peran yang lebih besar dalam perekonomian dengan melakukan investasi-investasi dalam pembangunan daerah, pembangunan sosial, infrastruktur dan pendirian industri-industri (dasar skala besar), diantaranya termasuk industri-industri substitusi impor.
Barang-barang modal dan bahan-bahan mentah bisa diimpor karena pendapatan devisa yang makin membesar. Hal ini membangkitkan sektor manufaktur yang berkembang.
Peristiwa Malari 1974 kemudian menjadi lonceng penanda adanya rasa keadilan yang terluka di lapisan bawah masyarakat.
Ada anggapan bahwa proyek-proyek investasi asing terlalu banyak beroperasi di Indonesia kala itu. Buah perekonomian tidak dirasakan secara merata oleh masyarakat.
BACA JUGA:Penjualan Kecap hingga Bahan Pembuat Sate Meningkat
Pada tahun 1980an, harga minyak mulai jatuh dan reposisi mata uang di tahun 1985 justru menambah hutang luar negeri Indonesia.
Padahal, usaha untuk memulihkan stabilitas makroekonomi telah dilakukan melalui devaluasi nilai rupiah telah dilakukan pada tahun 1983, penerapan Undang-Undang pajak yang baru, dan tindakan deregulasi perbankan.
Ketika itu, perekonomian direorientasi; dari perekonomian yang tergantung kepada minyak kepada sebuah perekonomian yang memiliki sektor swasta yang kompetitif yang berorientasi pada pasar ekspor.
Reformasi finansial ini pada akhirnya menjadi masalah yang memperkuat krisis di Indonesia pada akhir 1990an.
BACA JUGA:Deklarasi Majalengka Anteng untuk Pilkada Damai
Orde Baru menunjukkan beberapa kegemilangan pembangunan ekonomi. Secara khusus, pengurangan kemiskinan absolut adalah pencapaian yang sangat luar biasa.
Di pertengah tahun 1960an, setengah populasi Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan tetapu pada tahun 1996 angka tersebut telah berkurang menjadi 11% dari total populasi Indonesia.
Namun, berbagai pencapaian tersebut tidak luput dari masalah. Konsekuensi atas berbagai kebijakan yang ‘lepas kontrol’ pada akhirnya terakumulasi dan memuncak pada Krisis Finansial Asia di akhir 1990an.
Tidak dapat ditutupi bahwa otoriterianisme Orde Baru adalah hal negatif yang paling kentara. Gaya otoriter ini yang banyak menimbulkan kemacetan politik dan frustrasi sosial pada sebagian besar populasi Indonesia.