Pilkada Memujudkan Kesejahteraan Masyarakat Kota Cirebon

Oleh: Tri Sutrisno*
PILKADA merupakan mekanisme demokratis yang lahir dari reformasi untuk memilih pemimpin agar kemudian dapat menghasilkan kebijakan-kebijakan dalam upaya menyejahteraan masyarakat. Namun, momentum pilkada yang telah dillaksanaka di daerah tidak selalu berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat. Hal ini merupakan persoalan yang harus diperhatikan bagi siapa calon kepala daerah yang terpilih. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Alinea IV, disebutkan bahwa tujuan nasional bangsa Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Begitupun dengan daerah, maka dalam rangka mencapai tujuan memajukan kesejahteraan perlu dilakukan upaya pembangunan yang berkesinambungan, terarah dan terpadu, termasuk diantaranya pembangunan kesejahteraan masyarakat.

Terwujud atau tidaknya kesejahteraan masyarakat sangat tergantung dengan upaya yang dilakukan pemerintah daerah. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah yang di dalamnya menyebutkan bahwa pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah wajib memenuhi kebutuhan daerahnya sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Pilkada memiliki manfaat bagi masyarakat, manfaat yang didapat tentu saja merupakan keuntungan masyarakat. Dengan adanya Pilkada, dapat dihasilkan pemimpin yang sesuai dengan harapan masyarakat. Melalui pemimpin yang terpilih tersebut masyarakat menggantungkan harapan yang tinggi. Harapan yang penuh dengan rasa percaya untuk mewujudkannya. Melalui pemimpin yang dipilih, diharapkan mereka mampu membawa pemerintah daerah menjadi maju. Mereka berharap pemimpin yang terpilih akan menjalankan amanah sebagai pemimpin yang baik dan dapat dipercaya. Diharapkan pemimpim yang dihasilkan pada Pilkada 2024 mampu mengurangi kesenjangan antar masyarakat serta berhasil memperbaiki perekonomian, pendidikan maupun tingkat kesehatan.

BACA JUGA:Ruang Rawat Inap Kosong

Pilkada di Kota Cirebon
Kota Cirebon merupakan daerah dataran rendah dengan wilayah administrasi yang terdiri dari 5 Kecamatan dan 22 Kelurahan. Kota Cirebon merupakan satu-satunya kota yang terletak di daerah pesisir Jawa Barat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023 Kota Cirebon memiliki jumlah penduduk 341.980 jiwa. Pada Pemilu 2024, KPU merilis daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 252.385 dengan jumlah laki-laki 125.364 dan perempuan 127.020.

Data-data Pilkada sebagai wujud otonomi daerah secara politik memperlihatkan tingginya partisipasi masyarakat. Data KPU Kota Cirebon pada tahun 2018 mencatat partisipasi masyarakat pada pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cirebon mencapai 72,16 persen, sementara pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat mencapai 73,13 persen.

Pilkada Kota Cirebon tinggal beberapa bulan dan sejumlah calon yang direkomendasikan melalui partai politik sudah mulai bermunculan dalam persaingan untuk memenangkan kepercayaan dan dukungan pemilih. Dinamika internal partai politik juga menjadi sorotan, termasuk perubahan kebijakan dan strategi yang diadopsi untuk meningkatkan popularitas dan mendapatkan dukungan masyarakat. Perubahan sikap dan kecenderungan pemilih menciptakan dinamika opini publik yang berubah-ubah. Faktor-faktor seperti perkembangan isu kesejahteraan masyarakat respons calon terhadap isu, serta interaksi sosial dan media massa, semuanya turut memengaruhi persepsi masyarakat.

BACA JUGA:Sebagian Besar Sawah Sakit, Yuningsih Dorong Petani Gunakan Pupuk Organik

Partisipasi pemilih juga menjadi sorotan penting, karena menjadi tolok ukur keberhasilan Pilkada Kota Cirebon. Keamanan dan integritas penyelenggara pemilu juga menjadi bagian integral dalam dinamika politik jelang Pilkada. Antisipasi terhadap potensi tantangan keamanan selama pemilihan dan langkah-langkah untuk memastikan integritas proses pemilihan menjadi perhatian utama masyarakat.

Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat Kota Cirebon
Mengutip gagasan Kevin Olson (2006) dalam karyanya, Reflexive democracy: Political Equality and the Welfare State, pemikiran politik kontemporer mengalami krisis ketika dimensi kesejahteraan absen dalam pembicaraan demokrasi. Ia menguraikan, untuk mengintegrasikan kesejahteraan dalam pembicaraan demokrasi maka pertama-tama penting kiranya menggeser cara pandang kita tentang kesejahteraan. Harus diakui bahwa sejauh ini implementasi otonomi daerah belum mampu membawa masyarakat menuju kesejahteraan. Besar atau kecilnya angka kemiskinan merupakan indikator pemerintah daerah dalam melihat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang di dalamnya terdapat katagori mengenai kesejahteraan masyarakat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cirebon pada tahun 2023 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Cirebon 77,45, meningkat 0,56 poin (0,73 persen) dibandingkan tahun sebelumnya.

Dalam konteks kesejahteraan masyarakat, pemerintah daerah sangat terbantu dengan program-program pemerintah pusat. Adanya Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Tunai (BST), Program Indonesia Pintar (PIP), Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-KIS) sangat membantu masyarakat Kota Cirebon. Dalam hal kebijakan, pemerintah Kota Cirebon tidak pernah absen dalam membuat regulasi mengenai kesejahteraan masyarakat. Peraturan Wali Kota Nomor 31 Tahun 2022 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Di Kota Cirebon, Peraturan Wali Kota Nomor 34 Tahun 2022 tentang Percepatan Penurunan Stunting Di Kota Cirebon, Peraturan Wali Kota Nomor 75 Tahun 2022 tentang Tata Kerja Dan Penyelarasan Kerja Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kota Cirebon, Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial dan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2023 tentang Fasilitasi Pelindungan Penyandang Disabilitas. Adanya regulasi tersebut membuktikan bahwa pemerintah Kota Cirebon terus berusaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

BACA JUGA:Gerindra Panaskan Mesin Partai Jelang Pilbup Cirebon 2024

Namun yang menjadi masalah adalah belum adanya regulasi dari pemerintah pusat dan daerah yang mengatur secara teknis tentang kriteria penerima bantuan sosial, sehingga bantuan sosial tidak tepat sasaran dan rawan disalahgunakan. Bantuan sosial telah menjadi pasar bebas sehingga masyarakat dari kalangan apapun dapat mengusulkan tanpa adanya kontrol dan filter dalam menentukan kriteria penerima bantuan sosial yang seharusnya diprioritaskan untuk masyarakat miskin. Hampir 70 persen masyarakat Kota Cirebon masuk ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), hal ini membuktikan bahwa masih banyak masyarakat yang belum sejahtera di Kota Cirebon.

Tidak akuratnya data masih menjadi persoalan klasik pemerintah Kota Cirebon dalam melakukan pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) secara berkala. Faktor yang berpengaruh terhadap tidak akuratnya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yakni motivasi daerah untuk memutakhirkan data dan kapasitas daerah dalam memperbaiki pelaksanaan pemutakhiran DTKS, perlu adanya regulasi yang jelas penguatan kapasitas secara kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM).

Tag
Share