Kurikulum Sastra Era Digital
Ilustrasi--
BACA JUGA:Siraman Rohani, Warga Binaan Lapas Cirebon Dengarkan Khotbah
Keempat, keterbatasan penguasaan teknologi oleh guru: Banyak guru sastra yang belum sepenuhnya menguasai teknologi sehingga tidak bisa memanfaatkannya secara optimal.
SOLUSI PEMBELAJARAN SASTRA
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, beberapa solusi dapat diterapkan. Pertama, peningkatan akses teknologi: Pemerintah dan institusi pendidikan perlu bekerja sama untuk memastikan semua siswa memiliki akses ke teknologi yang memadai.
Program subsidi atau penyediaan perangkat belajar bisa menjadi solusi jangka pendek. Kedua, pelatihan guru: Guru perlu dilatih secara terus-menerus dalam penggunaan teknologi pendidikan. Workshop dan program pengembangan profesional yang berkelanjutan dapat membantu guru menguasai alat-alat digital yang relevan.
BACA JUGA:Dalam Penanganan Bencana Kekeringan, Dinsos Lebih Fokus pada Pascabencana
Ketiga, pembelajaran bauran: Menggabungkan metode pengajaran tradisional dengan teknologi digital dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih seimbang.
Misalnya, diskusi kelas dapat dilanjutkan di forum daring, dan analisis teks dapat dilakukan dengan bantuan perangkat lunak analisis.
Keempat, penggunaan media interaktif: Memanfaatkan media interaktif seperti video analisis, siniar, atau bahkan permainan edukatif yang berdasarkan teks sastra dapat meningkatkan keterlibatan siswa.
Teori Multiple Intelligences oleh Howard Gardner dapat diaplikasikan dengan menawarkan berbagai media pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar yang berbeda.
BACA JUGA:Dianggap Salah Penempatan, 111 P3K Ngadu ke Gedung DPRD Majalengka
Kelima, fokus pada Keterlibatan Emosional: Penting untuk memastikan bahwa teknologi tidak menggantikan interaksi manusia.
Sesi diskusi tatap muka atau melalui panggilan video bisa menjaga keterlibatan emosional siswa dengan materi sastra.
Angin segar saat ini sedang menerpa Indonesia yang dihembuskan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan memasukkan sastra sebagai kokurikuler ke dalam jam pelajaran di sekolah melalui Kurikulum Merdeka.
“Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali” sepertinya merupakan ungkapan yang tepat melihat fenomena tersebut.