Femisida Perempuan

Ilustrasi--

Oleh: Endang Kurnia*

BERABAD-abad lamanya, dalam rekaman sejarah peradaban manusia perempuan selalu digambarkan dengan dua cara pandang yang ambigu (tidak jelas) serta cara pandang yang paradoks (bertentangan).

Perempuan adakalanya dipuja, disanjung, pun pada saat yang sama perempuan direndahkan, dilecehkan, dihinakan bahkan sampai dibunuh.

Ia dianggap sebagai tubuh yang indah bagai bunga ketika ia mekar, tetapi kemudian ia dicampakkan begitu saja tatkalah ia layu.

BACA JUGA:Maraknya Kasus Perceraian

Perempuan di puji sebagai “tiang negara” dan ketika menjadi sosok seorang ibu, perempuan dipandang dengan penuh kekaguman bahwa “surga itu terletak di bawah telapak kaki ibu”.

Namun disisi yang lain, realitas-realitas yang tidak menyenangkan dalam konteks sosial juga masih sering menimpa kaum perempuan akhir-akhir ini.

Beberapa hari yang lalu, melalui media sosial kita kembali disuguhkan dengan berita-berita miris yang menyayat hati yang dialami oleh kaum perempuan.

Mulai dari kasus pelecehan seksual, perdagangan manusia (yang kebanyakan korbannya adalah perempuan) hingga pada kasus KDRT yang berujung pada pembunuhan perempuan (istri sendiri).

BACA JUGA:Tingkatkan Produksi Mangga dan Sayuran

Mungkin masih segar dalam ingatan kita, tentang perempuan yang dibunuh oleh rekan kerjanya sendiri, yang kemudian mayatnya dimasukkan ke dalam koper dan dibuang begitu saja di Bekasi.

Belum lagi kasus seorang istri yang dengan tega dimutilasi oleh suaminya sendiri bahkan mirisnya tanpa perasaan bersalah sedikit pun tubuhnya kemudian ditawarkan kepada warga setempat untuk dibeli.

Hingga pada kasus yang terjadi di Cirebon baru-baru ini, suami membakar istrinya sendiri hingga menghembuskan nafas terakhirnya.

Potret realitas yang tidak menyenangkan ini, merupakan perbuatan yang tidak manusiawi, jauh dari sifat moralitas yang luhur dalam ajaran agama yang kita peluk selama ini.

Tag
Share